Suara.com - Setelah ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan pemalsuan dokumen, seorang wanita lansia Li Sam Ronyu mengajukan gugatan prapradilan di Pengadilan Negeri Tangerang. Namun, hakim tunggal menunda sidang gugatan perdana pada Rabu (25/6/2025) lantaran pihak Metro Tangerang Kota, dan Kejaksaan Negeri Tangerang selaku tergugat absen.
Pengacara Li Sam Ronyu, Charles Situmorang menyesalkan ketidakhadiran para pihak tergugat dalam kasus itu.
“Tidak hadir tanpa pemberitahuan, hal tersebut sangat kami sayangkan dan tentu mengecewakan, penegak hukum kok dipanggil pengadilan tidak datang,” katanya, kepada wartawan, dikutip pada Kamis (26/6/2025).
Diketahui, Nenek Lim Sam Ronyu ditetapkan sebagai tersangka setelah lahan miliknya diserobot oleh pihak ahli waris.
Charles mengaku waswas jika terjadi pelimpahan berkas perkara di saat kliennya mengakuka gugatan atas kasus yang membelitnya itu.
“Kami khawatir jangan-jangan saat waktu penundaan akan dilakukan pelimpahan perkara klien kami ke pengadilan, sehingga praperadilan kami dinyatakan gugur,” jelasnya.
Charles mengatakan, pihaknya melakukan upaya praperadilan untuk mencari keadilan terhadap kliennya. Pasalnya, lanjut Charles, kliennya ditetapkan sebagai tersangka tidak sesuai dengan prosedur.
“Namun secara tiba-tiba klien kami Li Sam Ronyu di tetapkan sebagai tersangka, selanjutnya kami pada tanggal 10 Juni 2025,” ucapnya.
Selain mengajukan gugatan, kubu Nenek Li Sam Ronyu sebelumnya juga telah mengajukan permohonan audit investigasi gabungan kepada Irwasum Polri, Kadiv Propam Polri dan Bira Wassidik Polri, agar memeriksa pihak penyidik dari Polres Metro Tangerang.
Baca Juga: Drama Kasus Ijazah Jokowi Tetap Berlanjut, Kapolri Ungkap Babak Baru Penyelidikan, Apa Itu?
Namun hingga saat ini permohonan tersebut belum ditanggapi pihak Mabes Polri, sebabnya pihaknya melakukan permohonan untuk melakukan praperadilan.
Meski demikian, Charles juga menuding jika permohonan praperadilan yang dilakukan oleh pihaknya terhambat perosesnya.
Hal ini lantaran saat permohonan didaftarkan pada 11 Juni 2025 lalu, jadwal sidang baru keluar pada tanggal 25 Juni 2025, dan sidang ditunda hingga tanggal 2 Juli 2025 mendatang, dengan alasan tidak hadirnya para termohon.
Charles juga berencana, bakal mengadukan hal ini kepada Komisi III DPR RI, terkait dengan persoalan hukum yang dialami oleh klien kami
“Seluruh upaya hukum telah kami tempuh, namun keadilan terasa semakin jauh dari klien kami, kami memohon semoga Komisi III DPR RI bersedia untuk menerima keluhan ini,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, seorang lansia bernama Li Sam Ronyu (68) harus mencari keadilan, usai kepemilikan tanahnya yang berada di Desa Teluknaga, Kabupaten Tangerang, diklaim oleh pihak ahli waris.
Tak hanya itu, dirinya juga dijadikan tersangka lantaran atas tudingan penyerobotan tanah yang sudah dibelinya sejak tahun 1994 silam.
Tim Kuasa hukum Li Sam Ronyu, Rudi Situmorang mengatakan, peristiwa ini bermula ketika kliennya membeli tanah seluas 20 ribu meter persegi.
Saat itu, lanjut Rudi, tanah puluhan ribu meter persegi tersebut, dilakukan jual beli, mendasar pada empat akta jual beli (AJB).
“Pembelian dilakukan berdasarkan empat akta jual beli (AJB) resmi, dengan bukti pembayaran melalui bank, serta kewajiban pajak tanah yang selalu dipenuhi hingga hari ini,” kata Rudi, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (10/6/2025).
Rudi juga menjelaskan, jika kliennya selalu memenuhi kewajiban selalu kepemilikan tanah dengan selalu membayar pajak tahunan.
“Kewajiban membayar pajak tanah yang selalu dipenuhi hingga hari ini,” jelasnya.
Rudi mengaku, sungguh tidak menyangka, kliennya yang melakukan transaksi pembelian tanah secara legal, dan selalu membayar pajak atas tanah tersebut justru menjadi tersangka atas tudingan pemalsuan dokumen.
“Beliau seorang ibu lanjut usia, yang taat hukum dan membayar pajak justru ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan dokumen,” ungkapnya.
Rudi menilai, jika perkara ini bisa terjadi lantaran pemilik lahan yang sah menjual tanah tersebut secara legal. Kemudian, saat ini pihak ahli waris mempersoalkan penjualan tanah tersebut.
Lebih lanjut, Rudi menduga, ada pihak ahli waris yang melakukan rekayasa dokumen tanah, dengan mengajukan kehilangan AJB di kantor polisi.
“Kemudian Ahli Waris menyuruh orang lain untuk melaporkan Klien kami dengan tuduhan pemalsuan tanda tangan dan dokumen tanah yang mana dokumen tersebut tidak pernah diakui karena yang mengeluarkan dokumen tersebut adalah pihak BPN, padahal tanah tersebut dibeli dari orang tua melalui proses resmi,” jelasnya.
Li Sam Ronyu juga, lanjut Rudi, telah ditetapkan menjadi tersangka tanpa melakukan pemeriksaan saksi kunci.
"Gelar perkara khusus di Bareskrim Mabes Polri menyatakan dengan jelas, jika perkara ini belum terdapat cukup bukti bahwa Li Sam Ronyu melakukan tindak pidana sebagaimana dipersangkakan,” ucapmya.
“Namun anehnya, penyidik tetap menetapkan klien kami sebagai tersangka. Hal ini kami nilai sebagai bentuk kriminalisasi sebuah upaya sistematis untuk merampas hak milik sah klien kami melalui jalur hukum yang menyimpang,” tambahnya.
Sebabnya, saat ini dirinya membuat laporan laporan kepada pihak Propam, Itwasum, dan Karowasidik untuk melakukan Audit Investigasi Gabungan terhadap Laporan Polisi (LP) Nomor: LP/B/956/VIII/2024/SPKT/Polres Metro Tangerang Kota/Polda Metro Jaya.
“Kami menduga kuat ada keterlibatan oknum mafia tanah dalam perkara ini. Tidak sedikit laporan dan surat yang telah kami ajukan kepada instansi mulai dari Kepolisian RI, BPN, Ombudsman, hingga DPR RI,” jelasnya.
Rudi mengaku, dirinya hanya menuntut keadilan atas kejadian yang menimpa kliennya.
Ia menilai, kejadian yang menimpa kliennya saat ini sangat memprihatinkan, dan dinilai bisa menimpa siapapun.
“Kami menuntut keadilan, bukan sekadar untuk Li Sam Ronyu, tapi untuk seluruh rakyat Indonesia yang menghadapi ancaman serupa,” ungkapnya.
Rudi mnegatakan, jangan sampai hukum disalahgunakan. Hukum yang seharusnya diterapkan untuk menegakan keadilan, jangan sampai digunakan sebagai alat untuk menjerat warga.
“Sebab jika hukum bisa dijadikan alat untuk menghancurkan warga yang sah secara hukum, maka kita semua berisiko menjadi korban berikutnya. Jangan biarkan keadilan dikangkangi oleh kekuasaan dan uang,” tandasnya.