Suara.com - Sekretaris Jenderal Partai Golkar, M Sarmuji merespons sikap Partai NasDem yang menilai bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan Pemilu itu inkonstitusional.
NasDem merasa putusan MK tersebut telah menabrak UUD 1945. Sarmuji kemudian merespons sikap NasDem dengan melemparkan pertanyaan mendasar soal MK.
"Ada dua pertanyaan dasar sebelum membahas putusan MK. Pertama, apakah kita masih sepakat bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat?" kata Sarmuji kepada wartawan, Selasa (1/7/2025).
"Kedua, apakah kita masih bersepakat bahwa MK adalah lembaga yang memiliki kewenangan memberi tafsir UUD dan karenanya berhak menyatakan suatu aturan sesuai atau tidak sesuai dengan UUD?" tanya dia lagi.
Menurutnya, apabila sepakat dengan pertanyaan mendasar tersebut, maka tak ada pilihan lain selain mengikuti putusan MK.
"Masalahnya, kalau masih bersepakat dengan dua hal itu, apakah ada pilihan lain selain mengikuti putusan tersebut?" katanya.
Sebelumnya, Partai NasDem mengeluarkan sikap atas adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan Pemilu nasional dengan daerah.
NasDem menilai adanya putusan itu inkonstitusional karena menabrak aturan di UUD 1945.
Sikap itu disampaikan NasDem melalui konferensi pers yang disampaikan Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem Lestari Moerdijat di Kantor DPP NasDem atau NasDem Tower, Jakarta, Senin (30/6/2025) malam.
Baca Juga: Putusan MK Tak Sentuh Akar Masalah: Pemilu Dipisah, Politik Uang Tetap Jalan
"Pelaksanaan putusan MK dapat mengakibatkan krisis konstitusional
bahkan deadlock constitutional. Sebab, apabila Putusan MK dilaksanakan justru dapat mengakibatkan pelanggaran konstitusi," kata Lestari membacakan sikap NasDem.
Menurutnya, Pasal 22E UUD NRI 1945 telah menyatakan pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali [ayat (1)]. Kemudian, pemilu (sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut) diselenggarakan untuk memilih Presiden-Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD [ayat (2)].
"Dengan demikian, ketika setelah 5 tahun periode DPRD tidak dilakukan pemilu DPRD maka terjadi pelanggaran konstitusional," katanya.

Kemudian, NasDem merasa MK telah memasuki dan mengambil kewenangan legislatif terkait open legal policy yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden (Pemerintah) terkait putusan terbarunya tersebut.
Menurutnya, MK telah menjadi negative legilative sendiri yang bukan kewenangannya dalam sistem hukum yang demokratis dan tidak melakukan metode moral reading dalam menginterpretasi hukum dan konstitusi.
"MK melanggar prinsip kepastian hukum, yakni prinsip hukum yang tidak mudah berubah, bahwa putusan hakim harus konsisten."