Dan ketiga, "mengembalikan kedaulatan negara yang diatur oleh pemilik uang kepada rakyat," yang menegaskan kembali pentingnya independensi negara dari intervensi kekuatan-kekuatan finansial.
Said Didu berharap, "Prabowo dapat segera menunjukkan komitmennya terhadap janji-janjinya."
Ini adalah seruan agar janji-janji politik tidak hanya menjadi retorika kampanye, tetapi benar-benar diwujudkan dalam tindakan nyata.
Said Didu juga tidak segan menyatakan bahwa Indonesia saat ini berada dalam "kondisi darurat", terutama terkait dengan kekayaan alam yang tidak dinikmati rakyat, praktik korupsi yang merajalela, dan cengkeraman oligarki.
Dalam kondisi demikian, ia memaklumi penempatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di berbagai sektor, seperti Kejaksaan, Timah, dan Bulog.
Baginya, langkah ini dapat dilihat sebagai upaya untuk menjaga kedaulatan ekonomi dan memastikan sumber daya negara benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat.
Fokus Said Didu pada pemberantasan korupsi dan oligarki sangat menonjol. Ia menekankan perlunya "menutup keran aliran dana ilegal" yang diperkirakan sangat fantastis, mencapai "5.000-7.000 triliun rupiah".
Dana ilegal ini, menurutnya, berasal dari berbagai sumber seperti korupsi, judi online, narkoba, dan penyelundupan. Lebih jauh, Said Didu menyoroti keberadaan "sembilan naga" yang dianggapnya "tidak pernah berganti dan menguasai berbagai lini kekuasaan".
Ia berharap Prabowo tidak lagi menggunakan kriteria yang menguntungkan kelompok-kelompok ini, yang dinilai menghambat kemajuan bangsa.
Baca Juga: Bisik-Bisik Prabowo dan Dasco Sebelum Terbang ke Arab Saudi: Apa yang Dibicarakan?
![Presiden Prabowo Subianto (kiri) sempat berbincang dengan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (tengah) sesaat sebelum memasuki pesawat ke Arab Saudi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (1/7/2025). [ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/01/76020-prabowo-dan-dasco-bisik-bisik-di-dekat-gibran.jpg)
Dalam konteks penegakan hukum, Said Didu secara khusus "mendesak Kejaksaan Agung untuk membongkar kasus-kasus besar seperti kasus laptop dan tambang yang diduga melibatkan pusat kekuasaan".
Ia bahkan menganggap Kejaksaan Agung sebagai "Kopassus" dalam pemberantasan korupsi karena dinilai memiliki konflik kepentingan yang lebih kecil dibandingkan lembaga penegak hukum lainnya. Ini menunjukkan harapan besar Said Didu terhadap peran Kejaksaan dalam membersihkan praktik-praktik kotor di lingkaran kekuasaan.
Perbaikan sistem dan regulasi juga menjadi perhatian Said Didu. Ia menekankan pentingnya "perbaikan regulasi secara paralel dengan eksekusi kebijakan".
Ia memberikan contoh perlunya "pemisahan antara lembaga yang membuat regulasi dan yang mengawasi, seperti dalam kasus SIM dan BPKB", untuk menghindari potensi konflik kepentingan.
Selain itu, "perbaikan undang-undang politik juga dianggap penting untuk menutup politik uang", sebuah fenomena yang terus-menerus merusak integritas demokrasi.
Sebagai figur oposisi, Said Didu menegaskan identitasnya sebagai "manusia merdeka" yang tidak mewakili partai atau siapa pun, melainkan "hati dan pikirannya sendiri".