Suara.com - Di tengah panasnya isu pemakzulan yang digulirkan para purnawirawan TNI, kapasitas Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kini menjadi sorotan tajam. Pengamat politik senior, Ikrar Nusa Bhakti, secara terbuka meragukan kemampuan Gibran sebagai "ban serep" bagi Presiden Prabowo Subianto.
Dalam sebuah siniar, Profesor Riset LIPI itu mengurai sejumlah alasan yang dinilainya menunjukkan ketidakcakapan Gibran sebagai orang nomor dua di pemerintahan. Menurutnya, Prabowo mungkin mulai menyadari bahwa Gibran bukanlah sosok yang tepat untuk mendampinginya.
"Setelah bulan demi bulan berlalu, dia (Prabowo) mungkin menemukan kenyataan bahwa Gibran Rakabuming Raka bukanlah orang yang tepat untuk menjadi wakil presiden," beber Ikrar.
Ikrar menyoroti beberapa momen spesifik, salah satunya adalah kemampuan Gibran dalam berpidato yang dianggap kurang. Ia mencontohkan sebuah acara di mana Gibran semestinya bisa menunjukkan kapasitasnya.
"Saya beri contoh misalnya ketika membuka Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), ternyata setelah pukul beduk langsung ngacir meninggalkan tempat. Padahal kalau dia benar-benar prepare, dia bisa saja membuka contoh pembukaan-pembukaan yang dilakukan oleh para wakil presiden sebelum dia," sebut Ikrar.
Sikap ini dinilai sangat kontras dengan penampilannya yang garang selama masa kampanye Pilpres 2024, terutama saat debat calon wakil presiden.
"Pada saat kampanye, Gibran dianggap sebagai orang hebat yang kemudian dengan kalimat amat sakti, 'Jangan takut Pak Prabowo, di samping Anda ada saya," ujarnya.
Dan kemudian dia juga bisa menjatuhkan, saya beri contoh bagaimana dia menjelek-jelekkan Pak Mahfud MD," ungkap Ikrar.
Lebih jauh, Ikrar menyentil janji kampanye Gibran soal penciptaan 19 juta lapangan kerja. Janji itu kini dipertanyakan seiring data Bank Dunia yang disebutnya menunjukkan peningkatan angka kemiskinan di Indonesia.
Baca Juga: Gerakan Pemakzulan Gibran Buntu di DPR, SBY Jadi Kunci Permainan?
"Apa yang terjadi? Kita tahu menurut Bank Dunia, yang namanya kemiskinan di Indonesia itu jumlahnya sudah 68 persen, atau ini setara dengan 192 juta dari masyarakat Indonesia," ujarnya.
Sorotan juga diarahkan pada gelombang kebangkrutan perusahaan dan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran yang terjadi di berbagai sektor.
"Kita juga melihat bagaimana satu demi satu perusahaan mengalami kebangkrutan dan PHK besar-besaran. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh yang disebut dengan janji-janji yang diberikan oleh Gibran Rakabuming Raka," katanya.