Mantan Wakil Panglima TNI: Jika Terjadi Sesuatu ke Prabowo, Kita Dipimpin Tamatan SMP

Bernadette Sariyem Suara.Com
Jum'at, 04 Juli 2025 | 16:07 WIB
Mantan Wakil Panglima TNI: Jika Terjadi Sesuatu ke Prabowo, Kita Dipimpin Tamatan SMP
Kolase foto Mantan Wakil Panglima TNI Jenderal (Purn) Facrul Razi dan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka. Facrul Razi berharap Prabowo sehat-sehat, karena tidak mau dipimpin oleh Gibran yang ia sebut sebagai "tamatan SMP". [Suara.com]

Suara.com - Suhu politik nasional kembali memanas, setelah sekelompok purnawirawan perwira tinggi TNI yang tergabung dalam Forum Purnawirawan TNI secara terbuka mendesak DPR RI untuk segera memproses surat pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Keresahan ini, menurut mereka, bukan sekadar manuver politik, melainkan sebuah masalah krusial bagi masa depan bangsa.

Mantan Wakil Panglima TNI Jenderal (Purn) Fachrul Razi, menjadi salah satu suara paling vokal dalam forum ini.

Dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu (2/7/2025), ia menyuarakan kekhawatiran mendalam mengenai kapabilitas Gibran, jika suatu saat harus mengambil alih tampuk kepemimpinan nasional.

“Kita berdoa Pak Prabowo usianya panjang, tapi kalau terjadi apa-apa dengan beliau, bagaimana kita dipimpin oleh tamatan SMP yang tidak jelas mentalnya,tidak jelas moralnya? Ini sangat menakutkan," kata Fachrul Razi.

Pernyataan keras ini menggarisbawahi urgensi yang dirasakan oleh para purnawirawan sekaligus mantan Menteri Agama RI tersebut.

Mereka menegaskan tidak akan tinggal diam dan akan menempuh berbagai cara, termasuk pendekatan non-formal kepada tokoh-tokoh bangsa yang berpengaruh, untuk memastikan desakan ini ditanggapi serius oleh parlemen.

Surat Pemakzulan di Meja DPR dan Ancaman Aksi Massa

Forum Purnawirawan TNI secara resmi telah melayangkan surat tuntutan pemakzulan kepada pimpinan DPR dan MPR RI pada 26 Mei 2025.

Baca Juga: 'Kita Selesaikan Secara Jantan', Siapa Eks KSAL Slamet Soebijanto yang Ancam Duduki Senayan?

Surat tersebut ditandatangani oleh empat tokoh purnawirawan, yaitu Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.

Namun, hingga kini surat tersebut belum juga dibahas oleh para wakil rakyat.

Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengakui belum menerima surat tersebut secara langsung dan menyatakan bahwa masih banyak surat yang menumpuk setelah masa reses.

Respons yang dianggap lamban ini memicu reaksi lebih keras dari para purnawirawan.

Mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto, bahkan mengancam akan mengerahkan massa untuk menduduki gedung DPR/MPR jika surat mereka terus diabaikan.

"Kalau sudah kita dekati dengan cara yang sopan, tapi diabaikan, enggak ada langkah lagi selain ambil secara paksa. Kita duduki MPR Senayan sana," tegas Slamet.

Jalan Panjang dan Berliku Pemakzulan

Meski desakan terdengar kencang, jalan untuk memakzulkan seorang wakil presiden sangatlah panjang dan kompleks.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 7A dan 7B, proses pemakzulan harus melewati beberapa tahapan yang ketat dan melibatkan tiga lembaga tinggi negara.

Berikut adalah alur proses pemakzulan wakil presiden di Indonesia:

  1. Usulan dari DPR: Proses dimulai dari hak angket atau hak menyatakan pendapat oleh DPR. Usulan ini harus didukung oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh minimal 2/3 dari total anggota DPR.
  2. Pemeriksaan oleh Mahkamah Konstitusi (MK): Jika usulan disetujui, DPR mengajukan permintaan kepada MK untuk memeriksa, mengadili, dan memutus dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan wakil presiden. Pelanggaran yang dimaksud bisa berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.
  3. Putusan MK: MK memiliki waktu 90 hari untuk memutus perkara tersebut. Jika MK memutuskan wakil presiden terbukti bersalah, DPR akan menggelar sidang paripurna kembali.
  4. Sidang Istimewa MPR: Usulan pemberhentian dari DPR kemudian dibawa ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). MPR akan menggelar sidang istimewa untuk mengambil keputusan akhir.
  5. Keputusan Final: Keputusan untuk memberhentikan wakil presiden harus disetujui oleh minimal 2/3 dari jumlah anggota MPR yang hadir dalam sidang yang dihadiri oleh setidaknya 3/4 dari total anggota MPR.

Enam "Pintu" Pemakzulan Gibran Versi Pakar Hukum

Untuk memperkuat argumen, para purnawirawan juga menggandeng pakar hukum tata negara, Refly Harun.

Dalam forum yang sama, Refly memaparkan setidaknya ada enam "pintu" atau dasar hukum yang bisa digunakan untuk memakzulkan Gibran.

Keenam pintu tersebut adalah:

Keputusan MK yang Kolutif: Putusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan Gibran sebagai cawapres dianggap sebagai hasil kolusi dan dapat dikategorikan sebagai "perbuatan tercela".

  1. Dugaan Suap: Jika terbukti menerima suap dari kartel bisnis, hal ini masuk kategori pelanggaran hukum berat.
  2. Kepemilikan Akun Kontroversial: Isu kepemilikan akun media sosial "fufufafa" yang dikaitkan dengan Gibran, jika terbukti, bisa dianggap pembohongan publik dan perbuatan tercela.
  3. Syarat Kemampuan Jasmani dan Rohani: Kemampuan sebagai pemimpin, baik secara fisik maupun mental, bisa menjadi dasar gugatan.
  4. Persoalan Ijazah: Keabsahan ijazah yang terus menjadi perdebatan di ruang publik.
  5. Keterlibatan dalam Proyek Ilegal: Isu keterlibatan dalam proyek yang dilarang secara hukum juga bisa menjadi pintu masuk pemakzulan.

Upaya Lobi Politik ke Tokoh Bangsa

Sadar akan proses hukum yang rumit dan sangat politis, Forum Purnawirawan TNI juga berencana melakukan lobi-lobi politik.

Salah satu tokoh yang akan mereka "sowani" atau kunjungi adalah Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Bisa saja kita sowan untuk bertukar pikiran. Pak SBY berbeda dengan Pak Jokowi, setelah selesai masa tugasnya, beliau tidak cawe-cawe lagi," ujar Fachrul Razi.

Isu pemakzulan ini dipastikan akan terus menjadi sorotan utama dalam panggung politik Indonesia.

Akankah desakan para jenderal purnawirawan ini bergulir menjadi bola salju politik yang lebih besar, atau akan menguap seiring berjalannya waktu?

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI