Pacu Jalur dan 5 Fakta Mistis yang Bikin Dunia Akademik Tercengang

Tasmalinda Suara.Com
Minggu, 06 Juli 2025 | 17:02 WIB
Pacu Jalur dan 5 Fakta Mistis yang Bikin Dunia Akademik Tercengang
anak-anak di pacu jalur

Suara.com - Festival Pacu Jalur di Kuantan Singingi, Riau, telah lama dikenal sebagai pesta rakyat yang meriah.

Tapi di balik dentuman meriam, irama gendang, dan lautan manusia yang menyaksikan perlombaan perahu panjang itu, tersembunyi lapisan makna yang jauh lebih dalam yang kini menjadi objek studi serius para ahli antropologi budaya dan agama.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hasbullah, Rendi Ahmad Asori, dan M. Nazar Almasri dari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Pacu Jalur bukan hanya tentang kecepatan dan kekompakan.

Ia juga mencerminkan kekuatan magis dan simbolik yang melekat dalam budaya masyarakat Rantau Kuantan.

“Kemenangan dalam pacu jalur bisa jadi juga ditentukan oleh kekuatan fisik pendayung, tapi juga oleh kekuatan spiritual dari dukun jalur,” ujar Hasbullah dalam jurnal Sosial Budaya edisi Juni 2016.

1. Dukun dan Dunia Magis: Elemen Tak Terpisahkan

Dalam studi tersebut terungkap bahwa hampir setiap proses dalam tradisi Pacu Jalur mulai dari pencarian kayu, pembuatan jalur, hingga pelaksanaan lomba melibatkan ritual-ritual magis yang dipimpin oleh dukun jalur.

Mereka dipercaya mampu “berkomunikasi” dengan makhluk halus (mambang), menenangkan penjaga hutan, dan menjinakkan ruh kayu agar perahu memiliki energi kemenangan.

Ritual seperti pembacaan mantra, penyembelihan ayam, pembakaran kemenyan, hingga penentuan waktu penebangan kayu melalui mimpi menjadi bagian integral dalam proses ini.

Baca Juga: Bukan dari Gym, Ini Asal Tren Aura Farming Atlet Dunia dari Tradisi Pacu Jalur Riau

2. Bukan hanya transportasi

Bagi masyarakat, jalur bukan hanya alat transportasi atau sarana perlombaan, juga melainkan representasi spiritual yang hidup dan sakral.

3. Jalur Sebagai Representasi Sosial dan Estetik

Antropolog juga mencatat bahwa jalur tidak berdiri sebagai objek biasa.

Ia adalah hasil karya kolektif yang mencerminkan identitas sosial, status budaya, dan bahkan seni lokal.

Ukiran kepala naga, hiasan lambai-lambai, serta warna-warni kostum pendayung menggambarkan nilai estetika tinggi yang diwariskan secara turun-temurun.

4. Hanya untuk bangsawan

Di masa lalu, jalur dengan ukiran dan hiasan megah hanya boleh dinaiki oleh bangsawan atau datuk kampung.

Kini, meskipun sudah menjadi milik rakyat banyak, nilai-nilai hierarki simbolik itu tetap terasa, terutama dalam pemilihan nama jalur yang seringkali sarat filosofi dan unsur magis.

5. Pacu Jalur sebagai Objek Kajian Multidisipliner

Bagi para peneliti antropologi, Pacu Jalur adalah laboratorium hidup untuk menelaah hubungan antara agama, seni, politik lokal, dan kekuatan spiritual.

Tak heran, tradisi ini kini tidak hanya menarik wisatawan, tetapi juga akademisi dari berbagai negara.

“Ini bukan sekadar perlombaan perahu,” tulis tim peneliti.

“Ini adalah bentuk nyata dari ekspresi budaya lokal yang menyatukan spiritualitas, estetika, dan identitas komunal dalam satu kesatuan ritual yang hidup.”

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI