Suara.com - Terdakwa kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam perkara judi online alias judol di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Digital atau Komdigi, Darmawati, secara blak-blakan mengaku menerima uang bulanan hingga setengah miliar rupiah dari suaminya.
Hal itu diungkapkan Darmawati dalam pemeriksaan sebagai terdakwa di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Rabu (9/7/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan awalnya menggali informasi mengenai penghasilan yang diterima Darmawati dari suaminya, Muhrijan alias Agus, yang juga merupakan terdakwa utama dalam klaster koordinator.
Jaksa mempertanyakan berapa jumlah uang yang ia terima setiap bulan dari sang suami sebelum tahun 2024.
Jawaban Darmawati sontak membuat seisi ruang sidang terhenyak.
“Ke saya sekitar Rp 500 juta,” ujar Darmawati di muka persidangan.
Mendengar nominal yang sangat besar itu, jaksa mencoba mempertegas kembali untuk memastikan.
Tapi, Darmawati tampak sedikit ragu dan mengubah keterangannya.
“Ya Rp 300 (juta) sampai Rp 400 (juta),” kata Darmawati, merevisi jawabannya.
Baca Juga: Komdigi Minta Tambah Anggaran Rp 12,6 Triliun untuk 2026: Buat Internet Papua, Pusat Data, dan AI
Uang Setengah Miliar, Rumah Masih Pengontrak
Fakta yang lebih mencengangkan terungkap ketika jaksa mendalami latar belakang dan gaya hidup pasangan suami-istri ini.
Darmawati mengaku sehari-harinya tidak bekerja dan hanya berstatus sebagai seorang ibu rumah tangga (IRT).
Sementara itu, ia menyebut suaminya, Muhrijan, bekerja di bidang ekspor dan impor—sebuah fasad pekerjaan yang diduga kuat untuk menutupi sumber pendapatan haramnya.
Namun, yang menjadi puncak kejanggalan adalah status tempat tinggal mereka.
Meski memiliki pemasukan ratusan juta rupiah per bulan, Darmawati mengakui bahwa ia dan suaminya tidak memiliki rumah pribadi.
“Masih mengontrak,” ucapnya singkat, menjawab pertanyaan jaksa.
Pengakuan ini sontak menimbulkan pertanyaan besar mengenai ke mana aliran dana hasil kejahatan judol tersebut sebenarnya bermuara, jika untuk memenuhi kebutuhan primer seperti rumah tinggal saja mereka masih menyewa.
Bagian dari Jaringan Empat Klaster Judol
Kasus yang menjerat Darmawati dan suaminya ini merupakan bagian dari jaringan besar praktik kotor perlindungan situs judol agar tidak diblokir oleh Kominfo. Setidaknya ada empat klaster yang perkaranya tengah bergulir di PN Jakarta Selatan.
Klaster pertama adalah para koordinator, di mana suami Darmawati, Muhrijan alias Agus, menjadi salah satu terdakwanya bersama Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Klaster kedua diisi oleh para mantan pegawai Kementerian Kominfo.
Klaster ketiga merupakan para agen situs judol itu sendiri. Sementara Darmawati masuk dalam klaster keempat, yaitu klaster TPPU, yang bertugas sebagai penampung atau pencuci uang hasil kejahatan.
Selain Darmawati, terdakwa lain di klaster ini adalah Rajo Emirsyah dan Adriana Angela Brigita.
Akibat perannya sebagai penampung uang panas, Darmawati kini dihadapkan pada ancaman hukuman pidana berlapis.
Ia dijerat dengan Pasal 3, Pasal 4, atau Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.