Suara.com - Nama Lita Gading kembali menjadi sorotan panas di jagat hiburan tanah air. Bukan karena analisisnya yang tajam di media sosial, melainkan karena sebuah laporan polisi yang dilayangkan oleh musisi legendaris, Ahmad Dhani.
Langkah hukum ini menjadi puncak dari perseteruan yang dipicu oleh komentar Lita Gading mengenai anak Ahmad Dhani, SA.
Lantas, siapa sebenarnya sosok di balik persona psikolog yang kerap vokal mengomentari kehidupan para selebriti ini? Mengapa komentarnya seringkali memicu kontroversi hingga berujung pada ancaman hukum?
Akar Masalah
Kisruh ini bermula dari sebuah video yang diunggah Lita Gading di akun media sosialnya. Dalam video tersebut, ia menanggapi berita mengenai kisah lama Ahmad Dhani, Mulan Jameela dan Maia Estianty.
Sebagai psikolog, Lita menyoroti masalah ini dari sisi anak SA, anak Dhani dan Mulan. Menurutnya, perbuatan kedua orang tuanya menjadi beban bagi SA.
“Dia (Safeea) beban mental sampai kapanpun karena ulah dari kedua orang tuanya. Walaupun katanya ibunya (Mulan) bukan pelakor, katanya gitu, namun sudah stigma orang bahwa hal itu sudah tertanam dalam diri Mulan,” ujar Lita di akun Instagramnya @lita.gading pada 20 Juni 2025.
Pernyataan Lita Gading ini dianggap Ahmad Dhani sebagai bentuk memberi jalan kepada netizen untuk merundung SA di media sosial.
Dhani dan Mulan lalu melaporkan sejumlah akun yang merundung SA termasuk akun Lita Gading ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Tidak hanya itu, Dhani juga akan melaporkan Lita Gading ke polisi.
Baca Juga: Al Ghazali Dampingi Ahmad Dhani Laporkan Kasus Bullying Sang Adik di Polda: Demi Keluarga
Mengenal Sosok Lita Gading
Di luar pusaran kontroversi ini, Lita Gading adalah seorang profesional dengan latar belakang pendidikan yang mumpuni.
Ia menyandang gelar Magister Psikologi (M.Psi.), yang memberinya landasan keilmuan untuk berpraktik sebagai psikolog.
Lita Gading mampu menganalisis karakter seseorang dari coretan tangannya termasuk tanda tangan dan tulisan tangan.
Selain ahli di bidang grafologi (menganalisis karakter melalui tulisan/coretan tangan), Lita Gading juga menguasai fisionomi (menganalisis karakter melalui garis/guratan wajah manusia).
Psikolog cantik ini memperoleh gelar S1 di Fakultas Psikologi Universitas Indonusa Esa Unggul Jakarta. Tak lama kemudian Lita melanjutkan pendidikannya di Jurusan Pscyhologist Langnan University di Hongkong yang menganugerahinya gelar Master of Psychology.
Diawal tahun 2013, wanita yang juga berprofesi sebagai model iklan, bintang sinetron dan film ini kembali menekuni profesinya dengan menempuh pendidikan study Profesi Psikologi (Local) di Universitas Persada Indonesia YAI Jakarta.
Selain sebagai psikolog, ia juga dikenal sebagai seorang hipnoterapis, pengamat mode, dan pembawa acara.
Popularitasnya meroket seiring dengan aktifnya ia di platform media sosial seperti TikTok dan Instagram.
Di sana, Lita Gading membangun citra sebagai "psikolog selebriti" yang tidak ragu memberikan analisis dan pandangannya terhadap isu-isu viral, terutama yang menyangkut kehidupan para artis.
Dengan penampilan yang glamor dan gaya bicara yang lugas, ia berhasil menarik perhatian audiens yang haus akan perspektif psikologis terhadap drama-drama publik.
Bukan Kontroversi yang Pertama
Kasus dengan Ahmad Dhani bukanlah kali pertama Lita Gading menuai pro dan kontra. Jejak digitalnya dipenuhi dengan berbagai komentar pedas terhadap figur publik lain.
Mulai dari kasus KDRT Lesti Kejora dan Rizky Billar, perseteruan keluarga mendiang Vanessa Angel, hingga gaya hidup Fuji, hampir semua isu panas pernah masuk dalam "radar" analisisnya.
Metodenya ini terbukti efektif dalam mendongkrak popularitasnya, namun sekaligus menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ia dianggap berani dan memberikan perspektif baru bagi publik.
Di sisi lain, banyak yang mengkritik gayanya yang dianggap melewati batas etika profesional seorang psikolog, karena memberikan "diagnosis" atau penilaian karakter pada individu yang belum pernah ia tangani secara langsung dalam sesi konseling.
Sikapnya yang seringkali terlihat menghakimi inilah yang kerap membedakannya dari psikolog lain yang cenderung lebih berhati-hati dalam memberikan komentar publik.
Bagi para pengikutnya, ini adalah sebuah kejujuran yang menyegarkan. Namun bagi pihak yang dikomentari, ini bisa terasa sebagai sebuah serangan personal yang tidak berdasar.