Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyitaan terhadap aset berupa tanah dan uang tunai dengan total nilai mencapai Rp1,1 miliar di Jepara, Jawa Tengah.
"Terkait dengan perkara BPR Jepara. Hari ini KPK juga melakukan penyitaan terhadap uang tunai sejumlah Rp411 juta dan dua bidang tanah yang berlokasi di Jepara dengan nilai sekitar Rp700 juta," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (14/7/2025).
Dia menjelaskan aset-aset tersebut disita sebagai barang bukti dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) pencairan kredit usaha fiktif di PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda).
"KPK masih terus berproses dalam penyidikan perkara ini. Tentu nanti pada saatnya kami akan sampaikan secara utuh konstruksi perkaranya dan pihak-pihak yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka," ujar Budi.
Saat ditanya apakah aset tersebut milik Direktur Utama BPR Bank Jepara Artha, Jhendik Handoko (JH) yang kini berstatus sebagai tersangka dalam perkara ini, Budi mengaku masih butuh konfirmasi lebih lanjut kepada penyidik.
Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT. Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha (Perseroda) Jhendik Handoko.
Sebelumnya, KPK melakukan penyitaan sejumlah aset dari tersangka dengan nilai mencapai Rp 60 miliar pada Rabu (9/7/2025).
Penyitaan tersebut berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pencairan kredit usaha fiktif di PT BPR Bank Jepara Artha.
“KPK melakukan penyitaan aset dari tersangka untuk perkara BPR Jepara Artha,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Kamis (10/7/2025).
Baca Juga: Memanas! Jokowi: Ada Agenda Besar Jatuhkan Reputasi Politik Saya dan Keluarga!
Adapun aset yang disita tersebut terdiri dari tiga bidang tanah dan rumah senilai Rp 10 miliar di Yogyakarta.
Selain itu, KPK juga menyita dua bidang tanah seluas 3.800 m2 beserta pabrik di atasnya. Pabrik dan tanah itu berada di Klaten dan bernilai Rp 50 miliar.
“Penyitaan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk pemulihan kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan tersangka pada perkara tersebut,” ujar Budi.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima tersangka, yakni JH, IN, AN, AS, dan MIA, serta mencegah mereka bepergian ke luar negeri.
Penyidik menemukan adanya pencairan 38 rekening kredit fiktif senilai total Rp272 miliar selama periode 2022–2023 melalui pemeriksaan terhadap tiga orang saksi.
"Ketiganya (saksi) didalami terkait dengan pencairan 38 rekening kredit fiktif yang diproses selama tahun 2022–2023 dengan total plafon Rp272 miliar," ungkap Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, dalam keterangan tertulis, Kamis (21/11/2024).
Dugaan Aliran Dana untuk Kampanye Pilpres
Asep Guntur Rahayu saat menjadi Direktur Penyidikan KPK menyatakan pihaknya akan menyelidiki dugaan aliran dana dari kasus ini yang mengarah ke pendanaan kampanye Pilpres.
"Ini terkait dana kampanye. Apakah akan di-trace (lacak) lebih jauh? Tentu," kata Asep kepada media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (8/10/2024).
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengumumkan transaksi mencurigakan yang diduga dana kampanye ilegal mengalir dari Bank Jepara Artha (BJA) di Jawa Tengah ke simpatisan partai politik berinisial MIA.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pernah memperingatkan BUMD dari Pemkab Jepara, Jawa Tengah itu karena serampangan dalam penyaluran kredit.
Dalam analisis PPATK periode 2022-2023, total pencairan dana mencurigakan dari BJA mencapai Rp102 miliar dan mengalir ke 27 debitur.
Total dana yang masuk ke rekening MIA mencapai Rp94 miliar. Selanjutnya, dana dari rekening MIA dipindahkan ke beberapa perusahaan seperti PT BMG, PT PHN, PT BMG, PT NBM, dan beberapa individu.