Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan pemerasan kepada calon tenaga kerja asing (TKA).
Kekinian, penyelidikan menyasar lingkaran kekuasaan di masa lalu dengan memeriksa dua mantan Staf Khusus (Stafsus) Menteri Ketenagakerjaan era Hanif Dhakiri, yaitu Maria Magdalena dan Nur Nadhlifah, pada Selasa (15/7/2025).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memetakan kemungkinan praktik pemerasan terhadap calon TKA juga terjadi pada periode sebelumnya.
“Pemeriksaan masih seputar tentang perkara, apakah praktik-praktik dugaan pemerasan juga terjadi pada periode para saksi tersebut menjadi staf ahli,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Rabu (16/7/2025).
Selain keduanya, KPK turut memanggil eks Stafsus lain dari era yang sama, Mafirion, yang kini menjabat Anggota DPR RI. Namun, Mafirion berhalangan hadir dan meminta penjadwalan ulang.
8 Tersangka
Langkah KPK memeriksa para saksi dari periode menteri sebelumnya merupakan pengembangan dari penetapan delapan tersangka.
Para tersangka ini diduga menjadi operator lapangan dalam skema pemerasan pengurusan RPTKA.
"KPK telah menetapkan 8 orang tersangka," kata Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).
Baca Juga: Deretan Mantan Stafsus Menaker Dipanggil KPK untuk Kasus Pemerasan Calon TKA
Tersangka tersebut meliputi pejabat eselon I dan II serta staf di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kemnaker, yakni Dirjen Binapenta 2020-2023 Suhartono (SH); Dirjen Binapenta 2024-2025 Haryanto (HYT); Direktur PPTKA 2017-2019 Wisnu Pramono (WP); Serta lima pejabat dan staf lainnya: DA, GW, PCW, JS, dan AE.
Modus operandinya, para tersangka diduga memaksa agen penyalur TKA untuk memberikan sejumlah uang pelicin.
"TKA yang masuk akan meminta izin berupa RPTKA. Kewenangan penerbitan RPTKA ada di Ditjen Binapenta," ungkap Budi Sokmo.
Praktik ilegal ini diduga kuat terjadi dalam rentang waktu 2020-2023.
Penyelidikan tidak berhenti pada delapan tersangka. KPK secara terbuka menyatakan adanya potensi untuk memanggil tiga mantan Menteri Ketenagakerjaan, yakni Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Hanif Dhakiri, dan Ida Fauziyah.

Keterangan mereka dianggap krusial karena dugaan praktik ini diduga berlangsung lintas periode kepemimpinan sejak 2012.
"Pihak-pihak yang diduga mengetahui dugaan aliran pemerasan terkait dengan perkara RPTKA ini nantinya akan dimintai keterangan oleh penyidik sehingga membuat terang perkara ini," tegas Budi Prasetyo pada kesempatan berbeda (11/6/2025).
Uang dan 9 Kendaraan Disita
Untuk membuktikan adanya aliran dana haram, tim penyidik telah melakukan serangkaian langkah agresif.
Dari penggeledahan di tujuh lokasi berbeda pada 20-23 Mei 2025, termasuk Kantor Kemnaker dan rumah para pejabat terkait, KPK menyita barang bukti signifikan.
“Sampai dengan hari ini, total delapan unit kendaraan roda empat dan satu unit kendaraan bermotor roda dua sudah dilakukan penyitaan,” ujar Budi Prasetyo.
Selain itu, dari penggeledahan di rumah seorang pejabat Kemnaker dan dua kantor agen TKA, KPK turut mengamankan uang tunai sekitar Rp300 juta, buku tabungan penampungan, serta dokumen catatan aliran dana untuk pengurusan RPTKA.
Menjalar ke Imigrasi
Skandal ini kemungkinan tidak hanya melibatkan pihak internal Kemnaker. KPK kini mendalami potensi keterlibatan oknum di Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, institusi yang menjadi gerbang akhir masuknya TKA ke Indonesia.
“KPK tentu akan melihat bagaimana rangkaian masuknya TKA di Indonesia dan itu juga nanti akan menjadi petunjuk penyidik dalam mendalami dan menelusuri dari konstruksi perkara ini secara utuh," kata Budi, Jumat (30/5/2025).