Indonesia dituntut untuk pandai bermanuver agar tidak terjebak dalam pusaran konflik kepentingan atau hanya menjadi pion dalam catur geopolitik negara-negara adidaya.
Lebih jauh, Rocky Gerung menyoroti adanya potensi pergeseran fungsi aliansi ini dari sekadar forum ekonomi menjadi kekuatan keamanan. Gagasan pembentukan kekuatan militer bersama di internal BRICS menjadi perhatian serius.
"Ada rencana BRICS membentuk pasukan perdamaian, yang bisa dianggap menyaingi PBB dan menjadi fakta militer," tambahnya.
Meski belum terwujud, wacana pembentukan pasukan perdamaian atau arsitektur keamanan alternatif ini telah dibahas dan dapat mengubah lanskap keamanan global secara drastis.
Jika "fakta militer" BRICS ini menjadi kenyataan, Indonesia harus memiliki strategi yang matang untuk menyikapinya, sejalan dengan prinsip politik luar negeri yang bebas aktif.
Analisis tajam dari Rocky Gerung ini menggarisbawahi bahwa keputusan Prabowo membawa Indonesia ke BRICS adalah sebuah pedang bermata dua.
Di satu sisi, ia membuka gerbang bagi Indonesia untuk meningkatkan daya tawar dan pengaruhnya di tingkat global.
Di sisi lain, risiko menjadi "proksi" dan munculnya dimensi militer BRICS menuntut navigasi politik yang cermat dan kepemimpinan yang kuat untuk menjaga kedaulatan serta independensi nasional di tengah era multipolar yang penuh ketidakpastian.
Baca Juga: Prabowo Buka Suara Soal Tarif Impor AS: Semua Sudah Dihitung, Rakyat yang Utama!