Suara.com - Masalah gagal bayar yang dialami platform fintech lending Akseleran mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan serta memastikan langkah perbaikan dijalankan.
Akseleran diketahui sedang menghadapi tekanan akibat wanprestasi yang melibatkan sejumlah borrower besar, dengan mayoritas pinjaman mengalami tunggakan di atas 90 hari.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya OJK, Agusman, menegaskan bahwa lembaganya memonitor secara saksama proses perbaikan yang dijalankan Akseleran.
"OJK memantau secara ketat tindak lanjut Akseleran dalam penyelesaian pendanaan bermasalah dan perbaikan bisnis sesuai dengan timeline dalam komitmen tindak lanjut dan action yang telah disepakati, yang antara lain mencakup perbaikan terhadap operasional, infrastruktur, dan model bisnis Akseleran sesuai dengan ketentuan yang berlaku," jelasnya dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Rabu, 16 Juli 2025.
Tak hanya Akseleran, OJK juga memperluas pengawasan terhadap penyelenggara P2P lending lainnya yang menghadapi situasi serupa, termasuk KoinP2P.
Hal ini penting untuk menjaga kredibilitas industri serta perlindungan bagi para lender.
"OJK melakukan pengawasan terhadap kewajiban Penyelenggara Pindar untuk melakukan mitigasi risiko paling sedikit berupa analisa risiko pendanaan kepada borrower serta verifikasi identitas dan keaslian dokumen yang disampaikan oleh borrower," imbuh Agusman.
Akseleran sendiri telah mengalami peningkatan rasio wanprestasi (TWP90) secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir.
Data terbaru dari situs resminya per 22 Juni 2025 menunjukkan angka TWP90 mencapai 54,89%, melonjak dari posisi 37,88% pada Mei 2025.
Baca Juga: Jokowi Sebut Ada Agenda Politik Besar, Dokter Tifa: Tak Usah Stres, Kami Cuma Mau Lihat Ijazah Asli
Permasalahan gagal bayar mulai mencuat sejak awal tahun.
Dalam pemberitahuan kepada lender pada 3 Maret 2025, Akseleran mengakui adanya wanprestasi serentak dari enam borrower besar yang totalnya mencapai lebih dari Rp 178 miliar.
Masalah ini disebut bersumber dari kelemahan tata kelola internal perusahaan, termasuk praktik refinancing berulang.
Akseleran sempat mengandalkan proteksi asuransi kredit untuk menutupi risiko gagal bayar.
Namun, klaim tersebut tak bisa dicairkan karena jumlah pendanaan bermasalah melampaui batas pertanggungan.
Akibatnya, lender terancam tidak mendapatkan ganti rugi maksimal seperti yang dijanjikan.