Suara.com - Menteri Kebudayaan Fadli Zon kembali mengeluarkan kebijakan yang kontroversi.
Setelah kebijakan yang menulis ulang sejarah Indonesia dan pernyataannya yang menyebut tidak terjadi pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 1998, terbaru Fadli menetapkan Hari Kebudayaan Nasional pada 17 Oktober yang bertepatan dengan hari lahir Presiden Prabowo Subianto.
Pengamat politik dari Trias Politika Strategi, Agung Baskoro menilai kebijakan Fadli itu sebagai upaya untuk mempertahankan posisinya di mata Prabowo.
"Secara internal sesungguhnya Menteri Fadli ingin menjaga posisi tawarnya agar tetap dalam orbit strategis kekuasaan politik, baik di internal pemerintahan maupun di partai, agar ya top of mind presiden tetap melekat sosok pada beliau," kata Agung saat dihubungi Suara.com dikutip pada Rabu, 16 Juli 2025.
Dia menilai di tengah banyak program andalan Prabowo, Fadli juga berkeinginan Kementerian Kebudayaan yang dipimpinnya tetap diakui eksistensinya.
Sebab kementerian dan badan lainnya, setidaknya sudah menjalankan sejumlah program Prabowo, seperti makan bergizi gratis yang dijalankan Badan Gizi Nasional, dan sekolah rakyat yang dijalankan oleh Kementerian Sosial.
![Presiden Prabowo Subianto saat mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta usai lawatan ke sejumlah negara. Dalam keterangannya, Prabowo menyampaikan soal negoosiasi alot dengan Presiden Trump terkait tarif resiprokal. [Suara.com/Novian]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/16/17886-presiden-prabowo-subianto.jpg)
"Kementerian Kebudayaan ini mencari pola dan pakem. Kira-kira legasi apa yang bisa mereka buat untuk memberikan credit kepada Kementerian Kebudayaan, sehingga dipandang sebagai kementerian utama juga, sebagaimana program-program utama yang dimiliki oleh Presiden Prabowo," kata Agung.
Dia menduga bahwa keputusan itu atas inisiatif Fadli sendiri, minim keterlibatan Prabowo. Untuk itu, Agung mendorong agar penetapan Hari Kebudayaan itu dikaji kembali relevansinya dengan melibatkan pihak-pihak terkait.
Dia menegaskan, bahwa ketika berbicara soal budaya, akan menyangkut seluruh suku bangsa yang ada di Indonesia.
Baca Juga: Pastikan Kasus Kematian Arya Daru Segera Terungkap, Kapolri : Saat Ini Anggota Sedang Kerja Keras
"Dan jika pun ditetapkan tanggal tersebut, memang sudah pas, tidak ada pro-kontra lagi. Dan jangan ada, istilah saya, itu tendensi ataupun keterikatan apapun secara politis. Pun bila ada, itu seminimal mungkin supaya tidak terlalu jauh disangkut-pautkan," kata Agung.
Lewat akun X/Twitter miliknya, Fadli menegaskan penetapan tanggal itu tak terkait dengan hari lahir Prabowo yang juga sama pada tanggal 17 Oktober.
Pemilihan tanggal itu diputuskan Kementerian Kebudayaan dengan merujuk pada pada salah satu momen paling fundamental dalam sejarah kebangsaan, yakni saat Presiden Soekarno menetapkan Garuda Pancasila sebagai lambang negara melalui Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 1951.
Dokumen yang ditandatangani tepat pada 17 Oktober itu juga mengukuhkan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai jiwa bangsa.
Menurut Fadli, peringatan ini adalah pengingat bagi seluruh anak bangsa akan makna sesungguhnya dari simbol negara dan pentingnya persatuan dalam keberagaman.
"Garuda Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya simbol, tapi juga fondasi yang merekatkan Indonesia,” kata Fadli Zon dalam keterangannya dikutip, Senin (14/7/2025).