Revisi KUHAP Dinilai Beri Celah Koruptor, KPK Ajukan 17 Catatan Kritis

Rabu, 23 Juli 2025 | 15:12 WIB
Revisi KUHAP Dinilai Beri Celah Koruptor, KPK Ajukan 17 Catatan Kritis
Ilustrasi KUHAP. [Ist]

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengibarkan bendera kewaspadaan terkait pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang tengah berlangsung di parlemen.

Lembaga antirasuah itu menilai terdapat sederet pasal krusial dalam rancangan tersebut yang dapat mengikis efektivitas pemberantasan korupsi di Indonesia.

Setidaknya, KPK mengidentifikasi 17 pasal yang dianggap berpotensi melemahkan posisi mereka sebagai lembaga independen penegak hukum.

Pasal-pasal ini dinilai tidak selaras dengan semangat kekhususan Undang-Undang KPK dan bisa membuka jalan bagi tersangka korupsi untuk menghindar dari tanggung jawab hukum.

Hal itu disampaikan Imam Akbar Wahyu Nuryamto, Kepala Bagian Perancangan Peraturan Biro Hukum KPK, dalam diskusi media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 22 Juli 2025.

"Pasal yang bertentangan semacam ini seringkali menjadi pintu masuk bagi tersangka atau terdakwa atau yang kami pandang sebagai pelaku untuk lepas dari jerat penegakan hukum," kata Imam.

Salah satu pasal yang jadi perhatian serius adalah Pasal 327 RKUHAP tentang ketentuan peralihan. Imam menilai, jika dirumuskan tanpa ketelitian, pasal tersebut dapat disalahartikan bahwa proses hukum di KPK harus mengikuti KUHAP secara umum, bukan berdasarkan kekhususan yang diatur dalam UU KPK.

"Sebelum terlanjur, kami harap ada sinkronisasi yang kemudian bisa tidak hanya menjamin keadilan bagi pelaku, tapi juga keadilan bagi korban, karena tindak pidana korupsi itu pelakunya bisa dikatakan bukan warga biasa, punya akses terhadap kekayaan dan punya akses terhadap kekuasaan," tegas Imam.

Rincian Masalah yang Ditemukan KPK

Baca Juga: KPK Cecar Eks Pj Sekda Sumut Soal Proyek yang Tak Masuk Perencanaan Anggaran, Tiba-tiba Muncul

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebutkan bahwa lembaganya telah mengidentifikasi 17 catatan kritis yang berpotensi merugikan agenda pemberantasan korupsi.

“Dalam perkembangan diskusi di internal KPK, setidaknya ada 17 poin yang menjadi catatan, dan ini masih terus kami diskusikan,” ujar Budi kepada wartawan, Kamis, 17 Juli 2025.

Sejumlah poin krusial yang disoroti antara lain:

  • Pelemahan kewenangan penyelidikan dan penyadapan, yang sebelumnya menjadi instrumen utama KPK dalam membongkar kasus besar.
  • Penyelidik KPK hanya boleh berasal dari Polri, yang dinilai menghapus independensi lembaga.
  • Keterangan saksi pada tahap penyelidikan tidak bisa dijadikan alat bukti, padahal justru di tahap inilah banyak data awal dikumpulkan KPK.
  • Penggeledahan dan penyitaan harus disertai izin pengadilan dan pendampingan dari Polri, yang berpotensi memperlambat dan membocorkan operasi.
  • Penyadapan wajib dengan izin pengadilan, bertentangan dengan mekanisme pemberitahuan ke Dewan Pengawas yang selama ini diterapkan KPK.
  • Larangan bepergian hanya berlaku untuk tersangka, bukan saksi, yang dinilai rawan menghambat proses penyidikan.
  • RUU KUHAP juga tidak mengakomodir penanganan perkara konektivitas dan kewenangan penuntutan nasional KPK.

Dari semua persoalan tersebut, KPK menilai RKUHAP berisiko mempersempit ruang gerak lembaga dalam menindak pelaku korupsi kelas kakap.

Beleid yang mestinya memperkuat sistem hukum justru terkesan mengkerdilkan instrumen pemberantasan korupsi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI