Suara.com - Nama Tom Lembong kembali menjadi sorotan setelah ia divonis bersalah dalam kasus korupsi impor gula dan kini resmi mengajukan banding.
Banyak yang bingung, bagaimana kebijakan yang terjadi hampir satu dekade lalu bisa berujung pada hukuman penjara di saat ini?
Berikut adalah kronologi lengkap untuk memahami duduk perkara kasus yang kompleks ini, disarikan dari berbagai sumber termasuk analisis Ferry Irwandi di podcast Deddy Corbuzier.
Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan di Kabinet Kerja Presiden Jokowi.
Menjelang periode hari besar keagamaan, muncul potensi kelangkaan dan kenaikan harga gula di sejumlah daerah di Indonesia.
Untuk menjaga stabilitas harga, Kemendag di bawah Tom Lembong mengeluarkan izin impor gula mentah (raw sugar) namun izin ini diberikan kepada perusahaan swasta, bukan BUMN.
Tahun 2024: Kasus Kembali Mencuat
Setelah Pemilu 2024, Kejaksaan Agung mulai menyelidiki kembali kasus impor gula periode 2015-2020.
Fokus penyelidikan adalah pada kebijakan impor yang dikeluarkan saat stok gula nasional diklaim surplus.
Baca Juga: Sejuta 'Like' untuk Tom Lembong: Kenapa Publik Bela Eks Menteri yang Divonis Bersalah?
Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka.
Awal 2025: Proses Persidangan
Dalam persidangan, terungkap sejumlah fakta penting:
Di sinilah letak jantung persoalannya. Di satu sisi, ada klaim surplus gula di atas kertas, namun di sisi lain ada realitas pahit di lapangan yakni kesaksian di pengadilan mengungkap adanya kelangkaan di berbagai daerah yang menuntut pasokan cepat.
Untuk merespons krisis ini, keputusan menunjuk pihak swasta diambil demi satu hal krusial—kecepatan—sesuatu yang saat itu dinilai tidak dimiliki oleh birokrasi BUMN.
Fakta yang seharusnya menjadi benteng pertahanan utama pun terungkap: jaksa tidak mampu membuktikan satu rupiah pun dana korupsi mengalir ke kantong pribadi Tom Lembong.
Namun, ironisnya, semua pertimbangan logis dan bukti lapangan ini seolah tak berdaya ketika pada pertengahan 2025, palu hakim tetap diketuk dan vonis bersalah dijatuhkan.
Majelis Hakim memvonis Tom Lembong bersalah.
Dasar utama vonis adalah penyalahgunaan wewenang yang dianggap merugikan keuangan negara.
Kerugian ini didefinisikan sebagai hilangnya potensi keuntungan yang seharusnya diperoleh BUMN.
Pertimbangan lain yang kontroversial adalah kebijakan tersebut dianggap mendukung "ekonomi kapitalistik".
22 Juli 2025: Pengajuan Banding
Merasa putusan tidak adil dan didasarkan pada argumen yang lemah, Tom Lembong secara resmi mengajukan banding untuk mencari keadilan di tingkat pengadilan yang lebih tinggi.
Kasus ini menyoroti betapa tipisnya batas antara kebijakan publik dan tindak pidana di Indonesia, sebuah isu yang kini menjadi perhatian nasional.
Setelah membaca kronologinya, apakah menurut Anda vonis ini sudah tepat?
Mari berdiskusi!