Razia Cuma 'Obat Nyamuk', Kenapa Mafia Beras Tak Kunjung Mati?

Bangun Santoso Suara.Com
Minggu, 27 Juli 2025 | 19:35 WIB
Razia Cuma 'Obat Nyamuk', Kenapa Mafia Beras Tak Kunjung Mati?
Ilustrasi beras. (Freepik)

Suara.com - Di tengah gencarnya aksi razia dan inspeksi dadakan oleh pemerintah, praktik pengoplosan beras ternyata tak kunjung mati. Lantas, mengapa para mafia beras ini seolah kebal hukum dan terus merajalela? Pakar ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) membongkar 'penyakit kronis' di baliknya.

Kepala Pusat Makroekonomi Indef, Rizal Taufiqurrahman, menilai pendekatan pemerintah yang hanya reaktif dengan melakukan razia tak akan pernah menyelesaikan masalah. Menurutnya, ini sama saja seperti mengobati gejala, bukan penyakitnya.

Dampak dari praktik culas ini, kata Rizal, sangatlah berbahaya. Bukan hanya merugikan konsumen, tetapi juga bisa meruntuhkan kepercayaan publik terhadap negara.

“Ketika masyarakat menemukan bahwa beras yang mereka beli, bahkan dari program subsidi yang pernah dilakukan uji tidak sesuai mutu atau bobot, maka kepercayaan publik terhadap negara sebagai penyedia pangan akan runtuh,” ujar Rizal sebagaimana dilansir dari Antara, Minggu (27/7/2025).

Apa 'Penyakit Kronis' di Baliknya?

Rizal membeberkan sejumlah 'penyakit kronis' dalam sistem distribusi pangan kita yang menjadi surga bagi para mafia beras. Di antaranya adalah:

Lemahnya pengawasan di titik distribusi akhir.

Tidak adanya sistem pelacakan yang kredibel, seperti QR code.

Longgarnya mekanisme kontrol terhadap mitra distribusi Perum Bulog.

Baca Juga: Habis Riau, Siapa Lagi? DPR Desak Polisi Buru Otak Mafia Beras Oplosan Sampai ke Akar-akarnya

Rantai distribusi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang terlalu panjang dan tidak transparan.

“Ini diperburuk oleh absennya early warning system berbasis data, serta tidak adanya pembenahan menyeluruh dalam tata kelola logistik dan sertifikasi penyalur. Selama logika ekonomi masih menguntungkan pelaku, dan sanksi tidak memberikan efek jera, sistem ini akan terus berputar,” ujar Rizal.

Lalu, Apa Solusinya?

Menurut Rizal, pemerintah harus mengubah total pendekatannya. Dari yang sekadar reaktif, menjadi berbasis sistem pengawasan cerdas yang terintegrasi. Ia merekomendasikan digitalisasi rantai distribusi dengan sistem pelacakan QR atau barcode yang bisa dipantau publik.

Selain itu, sanksi yang diberikan harus benar-benar membuat jera.

“Tanpa mekanisme sanksi administratif yang keras seperti pencabutan izin permanen dan pemiskinan korporasi pelaku praktik ini akan terus berulang dengan wajah yang berbeda,” ujar Rizal.

Ia juga mendorong adanya sinergi yang lebih sistemik antar kementerian dan pembentukan unit khusus di kepolisian yang fokus menangani kejahatan pangan strategis.

“Semua aktor, termasuk pemerintah daerah, harus bekerja dalam satu kerangka pengawasan yang terukur, terpantau, dan dapat diintervensi dengan cepat ketika ada penyimpangan,” ujar Rizal.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI