Suara.com - Fenomena sound horeg, yang identik dengan suara keras dari sound system bertenaga besar, telah menjadi tren hiburan di Indonesia, terutama dalam acara-acara publik seperti pesta pernikahan dan arak-arakan. Namun, kehadiran atraksi ini memicu pro dan kontra di masyarakat. Suara dentuman yang mengganggu ketenangan dan berpotensi merusak bangunan di sekitarnya menimbulkan keresahan, sehingga memunculkan pertanyaan mengenai kedudukan dan regulasinya.
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko, mengajak masyarakat untuk melihat fenomena ini dari sudut pandang yang lebih luas. Ia menegaskan pentingnya membedakan antara kreativitas yang dilindungi oleh kekayaan intelektual (KI) dan dampak negatif yang ditimbulkannya.
Menurutnya, sound horeg mengandung beberapa objek KI yang layak dilindungi. Misalnya, teknologi di balik suara dengan desibel tinggi dapat dilindungi hak paten, sementara bentuk kreasi fisiknya yang unik bisa dilindungi sebagai desain industri.
"Kemudian untuk musik remix yang diputar, ini dapat dilindungi hak ciptanya dengan tidak meninggalkan hak moral dan hak ekonomi para pemilik karya yang di-remix. Dalam artian, musisi yang membuat musik remix ini harus membayar royalti dan atau meminta izin terlebih dahulu atau kepada para pemilik lagu yang mereka gunakan," terang Agung, yang dikutip melalui keterangan resminya, Senin (28/7/2025).
Pemerintah Provinsi Jatim Siapkan Regulasi, Tanggapi Keresahan Masyarakat
Menanggapi keresahan yang meluas, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengambil langkah serius dengan menargetkan regulasi terkait sound horeg rampung sebelum perayaan HUT Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2025. Gubernur Khofifah Indar Parawansa bahkan telah membentuk tim khusus untuk menyusun aturan tersebut.
![Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. [Ist]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/04/30/25400-khofifah-indar-parawansa.jpg)
Menurutnya, regulasi ini sangat mendesak karena sound horeg tidak hanya menimbulkan keresahan sosial, tetapi juga berpotensi berdampak pada aspek kesehatan, hukum, budaya, dan lingkungan.
"Ini mendesak karena bertepatan dengan bulan Agustus adalah bulan HUT Kemerdekaan RI, maka diharapkan 1 Agustus ini sudah harus final," kata Khofifah usai memimpin rapat koordinasi di Gedung Negara Grahadi pada Jumat (25/7/2025) lalu.
Rapat tersebut dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Wakil Gubernur Jatim, perwakilan Polda Jatim, MUI Jatim, dan kepala OPD terkait.
Baca Juga: Lebih dari Sekadar Musik: Inilah Aturan dan Etika di Arena Battle Sound Horeg
Khofifah menjelaskan bahwa aktivitas sound horeg banyak ditemukan di wilayah seperti Tulungagung, Banyuwangi, Pasuruan, Jember, dan Malang. Ia membedakan sound horeg dengan sound system biasa, dengan menyebutkan bahwa suara yang dihasilkan dapat melampaui 85 bahkan 100 desibel dan berlangsung lebih dari satu jam, yang berisiko menimbulkan gangguan kesehatan.
Sehingga, landasan hukum yang jelas sangat dibutuhkan untuk mengatur fenomena ini agar dapat digunakan pada tempat dan kesempatan yang tepat tanpa merugikan masyarakat.