Suara.com - Pemuda berinisial IMH di Dukuh Kalisangku, Desa Gempolrejo, Kecamatan Tunjungan, Blora, Jawa Tengah, membunuh neneknya Patmirah (82), karena tak merestui dirinya berkuliah.
Patmirah ditemukan tewas dengan luka tikam di dalam rumahnya, Jumat (25/7) pekan lalu. Sementara IMH kini sudah ditahan polisi.
Peristiwa ini sontak menggemparkan warga setempat, bukan hanya karena kejahatannya yang sadis, tetapi juga karena latar belakang terduga pelaku yang dikenal sebagai pemuda pekerja keras dan tulang punggung keluarga.
IMH, yang tinggal bersama ibunya di rumah yang berhadapan langsung dengan rumah korban, diduga kuat melakukan tindakan nekat tersebut di bawah tekanan depresi berat.
Kronologi Penemuan dan Respons Polisi
Kasus pembunuhan ini terungkap setelah serangkaian peristiwa aneh yang dilakukan IMH.
Warga lebih dulu digegerkan oleh ulah IMH yang membacok seekor sapi milik tetangganya, Winarsih.
Setelah itu, ia terlihat berkeliling kampung sambil menenteng celurit, diduga untuk mencari ibunya.
Kecurigaan warga yang memuncak berujung pada penemuan jasad Patmirah di dalam rumahnya dalam kondisi mengenaskan.
Baca Juga: Kena Omel saat Lagi Nge-Fly Narkoba, Cucu Durhaka Ini Injak-injak Neneknya hingga Tewas
Kapolsek Tunjungan, AKP Subiyono, menerangkan bahwa korban mengalami luka serius.
"Korban tewas denjgan dua luka sayat di leher serta wajah," kata Subiyono dikutip hari Senin (28/7/2025).
Tim gabungan kepolisian segera bertindak cepat merespons laporan warga.
Kasi Humas Polres Blora AKP Gembong Widodo menyatakan, penyelidikan mendalam masih terus dilakukan.
Mengingat tidak ada saksi mata langsung saat kejadian pembunuhan, polisi bekerja ekstra hati-hati.
"Masih ditangani Satreskrim Polres Blora. Kami fokus menguak motif peristiwa," kata dia.
Tulang Punggung Keluarga yang Mimpi Kuliahnya Kandas
Di balik tindakan brutalnya, IMH ternyata adalah sosok pemuda yang menanggung beban berat di pundaknya.
Setelah lulus dari Sekolah Teknik Menengah (STM), ia langsung merantau ke Kalimantan untuk bekerja demi menafkahi keluarganya.
Setiap bulan, ia rutin mengirimkan uang untuk biaya hidup ibunya serta biaya sekolah adiknya.
IMH juga memiliki mimpi besar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
Ia bekerja keras dan menyisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabung agar bisa mendaftar kuliah.
Namun, mimpi itu harus pupus. Sekembalinya ia ke kampung halaman, keinginannya untuk kuliah ditolak mentah-mentah oleh sang ibu.
Penolakan inilah yang diduga menjadi pemicu utama depresinya.
Sejak saat itu, IMH menjadi pribadi yang berbeda. Ia sering terlihat murung, menyendiri, dan tidak fokus ketika diajak berkomunikasi.
Kesaksian Guru Ngaji: Depresi Akut, Bukan Gangguan Gaib
Kondisi kejiwaan IMH yang terguncang dikonfirmasi oleh guru ngajinya, Muhyiddin (54). Menurutnya, IMH adalah anak yang sangat baik dan sopan.
"Anak ini santri saya sejak kecil, dari TK sampai besar. Saya tahu dia, baik, sopan dan rajin." kata Muhyiddin.
Ia menceritakan bahwa IMH sempat mendatangi rumahnya setelah keinginannya untuk kuliah ditolak. Muhyiddin melihat perubahan drastis pada diri santrinya itu.
"Dia ada gangguan jiwa. Setelah lulus STM dia ke Kalimantan bekerja, untuk keluarga. Dia ingin kuliah sebenarnya," kata dia.
Muhyiddin bahkan sempat mencoba membantu menyembuhkan IMH, namun ia yakin masalah yang dihadapi IMH bukanlah gangguan mistis.
"Bukan gangguan jin atau apa. Dia ini depresi," kata dia lagi.
Menurut Muhyiddin, tindakan IMH membawa senjata tajam bukanlah untuk niat membunuh, melainkan manifestasi dari stres berat yang dialaminya.
"Saya yakin dia tidak ada niat membunuh ibunya. Dia stres, itu luapan emosinya," kata dia.
Atas saran Muhyiddin dan kesepakatan keluarga serta aparat desa, IMH akhirnya dibawa ke rumah sakit jiwa.