Suara.com - Kematian tragis diplomat muda Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan (39), yang ditemukan tewas di kamar kosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, perlahan mulai menemukan titik terang.
Polisi, di bawah pengawasan ketat Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), telah mengumpulkan serangkaian bukti yang signifikan.
Meskipun belum ada satu nama pun yang ditetapkan sebagai tersangka, berbagai temuan baru dari penyelidikan intensif memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai aktivitas terakhir almarhum.
Dari puluhan rekaman CCTV hingga turunnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), berikut adalah poin-poin krusial yang perlu kamu ketahui tentang perkembangan kasus ini.
1. Analisis 20 CCTV: Jejak Digital Terakhir Arya Daru Terekam Jelas
Penyidik Polda Metro Jaya tidak main-main dalam mengumpulkan bukti.
Sebanyak 20 rekaman CCTV dari berbagai lokasi telah disita dan dianalisis.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, menyatakan bahwa CCTV ini berasal dari circle terkecil dari TKP yaitu lingkungan kos korban, kemudian beberapa tempat yang pernah dikunjungi korban sampai tujuh hari terakhir, kemudian juga lokasi-lokasi tempat kerja korban.
Ini bukan sekadar rekaman biasa. Menurut Komisioner Kompolnas, Choirul Anam, bukti digital yang dikantongi polisi sangat rapi dan detail, tidak seperti potongan-potongan video yang mungkin beredar di publik.
Baca Juga: Rooftop, Tas, dan Misteri Kematian Diplomat Arya: Skenario Licik di Balik Lakban?
Ini menunjukkan bahwa polisi memiliki gambaran utuh tentang pergerakan Arya beberapa hari sebelum ia ditemukan meninggal dunia.
2. Misteri di Rooftop Lantai 12 Gedung Kemlu
Salah satu temuan paling signifikan datang dari CCTV di Gedung Kemlu. Rekaman menunjukkan aktivitas janggal Arya pada malam sebelum ditemukan tewas.
Naik ke Atap: Pada 7 Juli 2025, sekitar pukul 21.43 WIB, Arya terekam naik ke rooftop atau atap gedung di lantai 12.
Durasi Mencurigakan: Ia berada di sana selama kurang lebih 1 jam 26 menit, hingga pukul 23.09 WIB.
Tas yang Hilang: Saat naik, Arya terlihat membawa tas gendong dan tas belanja. Namun, saat turun, kedua tas tersebut sudah tidak ada bersamanya.
Aktivitas ini menjadi fokus utama penyidik. Apa yang dilakukan Arya di atap gedung selama itu?
Dan ke mana perginya tas-tas tersebut? Pertanyaan ini masih menjadi misteri besar yang coba dipecahkan.

3. Fakta di TKP: Pintu Terkunci dari Dalam
Kondisi tempat kejadian perkara (TKP) di kamar kos Arya juga memberikan petunjuk penting.
Saat ditemukan, pintu kamar dan jendela dalam keadaan terkunci dari dalam. Terdapat dua pengunci di pintu, yakni kunci manual dan kunci slot, yang keduanya dalam posisi mengunci dari sisi dalam.
Fakta ini, ditambah dengan tidak adanya barang berharga korban yang hilang dan tidak ditemukannya tanda-tanda kekerasan pada jasad, membuat kasus ini semakin kompleks.
Kondisi ini bisa mengarah pada berbagai kemungkinan, namun polisi masih belum menyimpulkan adanya indikasi pembunuhan.
4. Komnas HAM Turun Tangan: Mengawal Kasus dari Sisi Kemanusiaan
Kasus ini tidak hanya menarik perhatian aparat penegak hukum, tetapi juga lembaga hak asasi manusia.
Tim dari Komnas HAM diketahui telah mendatangi langsung rumah duka keluarga almarhum Arya Daru Pangayunan di Bantul, Yogyakarta.
Langkah ini menunjukkan adanya perhatian serius terhadap potensi pelanggaran atau aspek hak asasi manusia dalam kasus ini.
Kehadiran Komnas HAM, bersama Kompolnas yang mengawasi kinerja polisi, memberikan jaminan bahwa proses investigasi dilakukan secara transparan, akuntabel, dan komprehensif.
Keterlibatan pihak eksternal ini penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses hukum yang berjalan.
5. Belum Ada Tersangka, tapi Penyelidikan Terus Berjalan Intensif
Meski Kompolnas menyebut peristiwa kematian ini "sudah terang benderang" dari sisi kronologi aktivitas korban, polisi menegaskan bahwa penentuan tersangka tidak bisa dilakukan terburu-buru.
Saat ini, 15 saksi dari lingkungan kos, tempat kerja, hingga keluarga telah diperiksa.
Penyidik juga melibatkan tim ahli dari berbagai bidang, termasuk psikologi forensik, digital forensik, toksikologi, dan dokter forensik untuk otopsi.
Hal ini dilakukan untuk membangun pembuktian yang kuat dan ilmiah (scientific crime investigation).
Meskipun publik, terutama generasi muda yang aktif di media sosial, sangat menantikan jawaban, penting untuk memberi ruang bagi aparat untuk bekerja.
Proses ini memastikan bahwa ketika kesimpulan ditarik, hal itu didasarkan pada bukti yang tak terbantahkan, bukan spekulasi.
Kasus kematian diplomat Arya Daru Pangayunan adalah sebuah teka-teki yang kepingannya mulai tersusun.
Setiap rekaman CCTV, keterangan saksi, dan temuan di TKP adalah bagian penting dari gambaran besar.
Meski belum ada tersangka, progres penyelidikan menunjukkan keseriusan negara dalam mengungkap kebenaran di balik tragedi yang menimpa salah satu putra terbaik bangsa di bidang diplomasi.