Selain menjadi budak judi, para perempuan ini juga dipaksa melayani fantasi seksual para "member" atau calon pemain.
"Kalau member-nya cabul, kita harus ngeladenin," kata Ita.
Mereka bahkan dipaksa menggunakan akun media sosial berisi konten dewasa untuk menarik pelanggan.
Direktur Perlindungan WNI Kemenlu, Judha Nugraha, mengakui adanya tantangan besar dalam penegakan hukum, terutama karena banyak korban enggan melapor karena takut atau karena pelaku adalah orang yang mereka kenal. Meski pemerintah menawarkan perlindungan melalui LPSK, rasa trauma dan ancaman video asusila menjadi penghalang besar.
Bagi Ita, yang kini berjuang memulihkan traumanya, keputusannya untuk buka suara didasari oleh satu harapan.
"Saya tidak mau ada orang lain yang mengalami kejadian seperti ini. Di sana itu sudah seperti neraka. Orang-orangnya iblis," ucap Ita.