Suara.com - Fakta miris terungkap di tengah gemerlapnya Ibu Kota Jakarta: sebanyak 850 kepala keluarga (KK) dilaporkan masih melakukan praktik buang air besar sembarangan (BABS). Temuan ini membuat anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, Bun Joi Phiau, geram dan mendesak Pemprov DKI untuk segera bertindak.
Menurut Bun, kondisi ini bukan hanya masalah sanitasi, tetapi sudah menyangkut harga diri dan martabat warga Jakarta.
“Kami merasa prihatin. Kondisi itu jelas melanggar martabat manusia dan harus segera diatasi. Pemprov DKI harus mencarikan solusi yang dapat menyelesaikannya secara tuntas,” ujar Bun kepada wartawan, Kamis (31/7/2025).
Bun Joi Phiau mengakui bahwa salah satu tantangan terbesar yang selalu menjadi alasan klasik Pemprov DKI adalah keterbatasan lahan, terutama di kawasan padat penduduk. Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh menyerah pada kondisi tersebut.
"Memang, kami menyadari Pemprov DKI pun menghadapi kesulitan karena adanya keterbatasan lahan," ungkapnya.
"Akan tetapi, kami meminta Pemprov DKI untuk tetap mencari cara bagaimana bisa melakukan itu, khususnya menyediakan septic tank komunal sekurang-kurangnya di tempat-tempat yang membutuhkannya,” lanjut Bun.
Menurutnya, septic tank komunal tidak memerlukan lahan yang sangat luas dan masih memungkinkan untuk dibangun di lingkungan yang sempit jika direncanakan dengan baik.
Sebagai solusi alternatif, Bun menyarankan agar Pemprov DKI proaktif membuka dialog dengan warga setempat. Ia yakin ada kemungkinan solusi bisa datang dari masyarakat itu sendiri.
“Jika memang sulit mencari lahan yang masih kosong, Pemprov DKI mungkin dapat berdiskusi dengan warga di sekitarnya. Bisa jadi ada warga yang bersedia menyediakan lahannya agar dibangun septic tank komunal itu,” sarannya.
Baca Juga: Kode Keras dari Kaesang: Inisial 'J' Pimpin Dewan Pembina PSI, Jokowi?
Data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta menunjukkan praktik BABS ini masih terjadi di sembilan kelurahan, tersebar di Jakarta Utara, Barat, Timur, dan Selatan.
Bun memberikan peringatan keras bahwa jika masalah ini terus diabaikan, dampaknya bisa menjadi bencana kesehatan bagi seluruh kota.
“Pemprov DKI perlu menyadari bahwa masalah ini bisa dengan cepat berubah menjadi isu kesehatan publik. Jangan sampai masyarakat malah menjadi sakit dan wabah menjangkiti warga Jakarta nantinya,” pungkasnya.