suara hijau

Dari Rumah ke Regulasi: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab Kurangi Emisi?

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Jum'at, 01 Agustus 2025 | 13:23 WIB
Dari Rumah ke Regulasi: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab Kurangi Emisi?
Ilustrasi emisi. [Unsplash]

Suara.com - Bumi kian panas, cuaca makin tak menentu. Banjir, kekeringan, hingga gelombang panas kini jadi keseharian. Krisis iklim sudah terjadi kini tengah terjadi. 

Gas rumah kaca, seperti karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida, terus menumpuk di atmosfer. Sumbernya datang dari mana-mana, kendaraan bermotor, listrik yang boros, limbah rumah tangga, hingga kebocoran AC dan kulkas di rumah kita.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, emisi nasional Indonesia pada 2023 mencapai 1.360,35 juta ton COe. Angka yang mencemaskan, tapi sering kali terasa jauh dari kesadaran kita sehari-hari.

Dalam forum “Ruang Gagasan: Net Zero Emission – Aksi Hari Ini, Investasi Masa Depan”, peneliti dari CORE Indonesia, Sahaya Aulia Azzahra,  membuka diskusi dengan penjelasan tentang bagaimana gas rumah kaca bekerja, dan seberapa panjang umur mereka di atmosfer.

“Beberapa jenis bisa bertahan hingga ribuan tahun. Artinya, apa yang kita buang hari ini, akan membebani generasi setelah kita,” ujar Sahaya.

Tapi, siapa yang seharusnya bergerak? Dan bagaimana caranya?

Ilustrasi gas emisi. [Marcin Jozwiak/Unsplash]
Ilustrasi gas emisi. [Marcin Jozwiak/Unsplash]

Itulah yang kemudian dijawab melalui diskusi kelompok yang melibatkan para peserta forum. Mereka bukan hanya menyimak, tapi juga membedah persoalan, dari yang terjadi di rumah tangga, hingga kebijakan negara.

Kelompok pertama mencoba menelusuri jejak emisi dari aktivitas harian. Mereka menyadari bahwa gaya hidup kita, yang sering dianggap sepele, ikut menyumbang panas bumi. Misalnya, kebiasaan menyalakan kipas angin, TV, atau charger sepanjang hari, penggunaan plastik saat belanja, dan enggan naik transportasi umum.

Mereka mengusulkan sejumlah langkah kecil yang bisa dilakukan membuka jendela untuk pencahayaan alami, memilah sampah, memperbaiki kendaraan, dan mengurangi konsumsi listrik.

Baca Juga: Core Indonesia Ungkap Industri Manufaktur Tetap Lesu Sepanjang Tahun Ini

Namun, mereka juga menyadari bahwa perubahan perilaku individu saja tidak cukup. Tantangannya besar: dari regulasi yang membatasi penggunaan panel surya, sistem pengelolaan sampah yang belum mendukung pemilahan dari rumah, hingga ruang kota yang belum ramah bagi pejalan kaki.

Infrastruktur dan kebijakan belum berpihak pada gaya hidup rendah emisi.

Kelompok kedua membawa diskusi ke level yang lebih struktural. Bagi mereka, tanggung jawab pengurangan emisi tidak bisa dibebankan hanya pada masyarakat.

Pemerintah, industri, dan institusi juga harus ikut bergerak. Mereka mendorong adanya regulasi yang tegas soal ambang batas emisi, insentif untuk energi terbarukan, hingga kolaborasi lintas sektor yang melibatkan NGO, akademisi, dan bahkan influencer.

Bagi mereka, perubahan hanya mungkin terjadi jika seluruh pihak merasa terlibat. Mulai dari keluarga kecil yang memilih membawa tumbler dan naik angkutan umum, hingga perusahaan besar yang beralih ke energi bersih dan pemerintah daerah yang menyusun roadmap transisi energi secara konkret.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI