Suara.com - Kasus tewasnya diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan (ADP), yang semula disimpulkan sebagai tindakan bunuh diri oleh pihak kepolisian, kini kembali diselimuti kabut tebal.
Sejumlah kejanggalan dan informasi baru yang beredar di publik memunculkan tanda tanya besar, mengarahkan spekulasi pada skenario yang jauh lebih kelam dari sekadar mengakhiri hidup sendiri.
Polda Metro Jaya memang telah merilis pernyataan resmi yang menyimpulkan bahwa tidak ada unsur pidana dalam kematian Arya Daru.
Namun, kesimpulan ini sejak awal ditolak mentah-mentah oleh pihak keluarga.
Keluarga meyakini ada banyak kejanggalan yang belum terungkap dan merasa mustahil Arya Daru, yang mereka kenal, akan mengambil jalan pintas tersebut.
Penolakan keluarga ini menjadi titik awal dari keraguan publik yang semakin meluas.
Pusat dari misteri ini adalah kehadiran seorang perempuan bernama Farah.
Ia diketahui sebagai orang yang menemani Arya Daru sesaat sebelum ditemukan tewas, termasuk saat berbelanja di mal Grand Indonesia, Jakarta.
Polisi cenderung irit bicara mengenai peran dan hubungan Farah dengan korban, dengan dalih menghormati privasi.
Baca Juga: Kenapa Polisi Tak Mau Sebut Kematian Diplomat Arya Daru Bunuh Diri?
![Pihak kepolisian saat menggelar rilis kematian Diplomat Kemlu Arya Daru Pangayunan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (29/7/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/29/21022-rilis-kasus-kematian-diplomat-kemenlu-arya-daru-pangayunan.jpg)
Sikap inilah yang justru memicu spekulasi liar mengenai siapa sebenarnya Farah dan apa perannya dalam jam-jam terakhir kehidupan sang diplomat.
Kecurigaan publik semakin menguat setelah beredar informasi adanya keterlibatan pihak lain, yang diduga memiliki kaitan erat dengan Farah.
Sebuah isu sensitif menyebut bahwa suami dari Farah merupakan seorang oknum yang bekerja di instansi negara.
Kabar ini sontak mengubah arah dugaan dari kasus bunuh diri menjadi potensi pembunuhan yang dilatari motif perselingkuhan atau cinta segitiga.
Adanya dugaan keterlibatan oknum aparat ini bahkan disuarakan oleh praktisi hukum dan HAM, Nicholay Aprilindo.
Ia secara terbuka mendorong agar Polisi Militer (PM) dilibatkan dalam penyelidikan untuk memastikan transparansi dan mengusut tuntas kemungkinan adanya campur tangan dari oknum tersebut.