Suara.com - Sebuah sinyal politik tingkat tinggi yang sangat kuat, terpancar dari sebuah foto yang diunggah Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad.
Kamis (31/7) malam, Dasco mengunggah foto pertemuannya dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Foto ini bukan sekadar pertemuan biasa, karena momentumnya terjadi tepat setelah palu persetujuan amnesti untuk Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto diketuk di parlemen.
Foto tersebut, yang diunggah di akun Instagram @sufmi_dasco, menampilkan formasi elite dari dua kekuatan politik terbesar di Indonesia.
Terlihat Dasco yang berkemeja putih berdiri berdampingan dengan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, yang juga merupakan kader Gerindra.
Di sisi lain, Megawati didampingi oleh kedua anaknya yang memegang posisi strategis di partai, Ketua DPP PDIP Puan Maharani dan Prananda Prabowo.
Narasi yang menyertai foto itu singkat namun sarat makna.
"Merajut Tali Kebangsaan dan Persaudaraan," tulis Dasco.
Pesan ini seolah menjadi puncak dari sebuah episode politik yang berjalan cepat.
Baca Juga: Korban Kriminalisasi Jokowi? Pendukung Serukan Tuntutan Baru di Hari Kebebasan Tom Lembong
Meskipun lokasi pertemuan tersebut tidak diungkap secara detail, diketahui bahwa Megawati sejak 29 Juli 2025 tengah berada di Bali untuk agenda internal partai, yakni Bimbingan Teknis (Bimtek) bagi anggota legislatif Fraksi PDI-P se-Indonesia.

Kado Amnesti Sebelum Pertemuan
Unggahan Dasco yang "adem" itu muncul hanya beberapa jam setelah ia memimpin konferensi pers dengan pengumuman yang menggegerkan.
DPR secara resmi telah menyetujui permohonan amnesti massal dari Presiden Prabowo Subianto, yang diajukan melalui Surat Presiden (Surpres) tertanggal 30 Juli 2025. Dari ribuan nama yang diampuni, satu nama menjadi sorotan utama.
"Amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti termasuk Saudara Hasto Kristiyanto," ujar Dasco dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Supratman Andi Agtas, memberikan klarifikasi penting.
Ia menyatakan bahwa usulan pemberian amnesti untuk Hasto datang dari pihaknya dan disampaikan langsung kepada Presiden Prabowo.
"Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden adalah Menteri Hukum. Jadi surat permohonan dari hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian amnesti dan abolisi saya yang tanda tangan," kata Supratman.
Politikus Partai Gerindra itu menegaskan bahwa keputusan ini diambil dengan pertimbangan yang jauh lebih besar dari sekadar kasus per kasus. Semangat rekonsiliasi nasional menjadi landasan utamanya, terutama dalam menyongsong peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia.
"Pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara berpikirnya tentang NKRI. Jadi itu yang paling utama. Yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa," ujarnya, menggunakan diksi yang senada dengan unggahan Dasco.
Politik Adik-Kakak
Sebelum memberi amnesti kepada Hasto, Presiden Prabowo Subianto sempat menegaskan Partai Gerindra dan PDIP adalah saudara kandung.
Saat meresmikan peluncuran 80 ribu Koperasi Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah, Senin (21/7/2025), Prabowo secara mengejutkan melontarkan guyonan yang sarat akan pesan persatuan kepada PDI Perjuangan, tepat di hadapan Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Di hadapan ribuan kepala desa dan jajaran elite politik, Prabowo tak ragu mengklaim ideologi Bapak Bangsa, Soekarno atau Bung Karno, sebagai panutan pribadinya.
Dengan santun namun penuh percaya diri, ia seolah menegaskan bahwa semangat kerakyatan Soekarno juga mengalir dalam dirinya.
“Nuwun sewu Mbak Puan, Bung Karno itu bapak saya juga. Mungkin kalau saya dipotong, yang keluar marhaen juga,” kata Prabowo yang langsung disambut tepuk tangan meriah dan gelak tawa dari para hadirin.
Tak berhenti di situ, Prabowo melanjutkan, adanya kedekatan fundamental antara partainya, Gerindra, dengan PDIP.
Menurutnya, kedua partai besar ini memiliki DNA perjuangan yang sama, yakni nasionalisme dan ekonomi kerakyatan, sehingga selayaknya berjalan beriringan.
“PDIP sama Gerindra ini sebenarnya kakak-adik,” ujar dia.
Prabowo menekankan betapa pentingnya persatuan seluruh elemen bangsa untuk membawa Indonesia maju.
Ia mengingatkan bahwa perbedaan bendera partai politik tidak seharusnya mengkerdilkan tujuan besar bersama untuk menyejahterakan rakyat.
Pergeseran koalisi
Direktur Eksekutif Fixpoll Indonesia, Mohammad Anas RA, menilai pemberian amnesti terhadap Hasto bisa dibaca sebagai manuver politik yang terbilang drastis.
Prabowo, kata dia, secara efektif meredakan ketegangan politik lama sekaligus membuka jalan lain bagi konsolidasi politik nasional.
PDIP selama ini menilai penangkapan Hasto adalah bentuk kriminalisasi oleh penguasa lama, yakni Jokowi.
"Isu kriminalisasi terhadap sekjennya oleh Jokowi adalah stigma di kalangan pengurus PDIP. Amnesti ini adalah 'penawar' untuk itu," kata Anas.
Menghilangnya stigma tersebut melalui amnesti dari Prabowo, diyakini sebagai cermin bagi lobi politik intensif yang tengah berlangsung.
Anas mengatakan, bisa jadi, ini adalah jalan baru pergeseran koalisi Prabowo, yang nanti menggaet PDIP masuk ke lingkar kekuasaan, dalam hal ini, kabinet.
"Kalau itu terjadi, maka Prabowo mencetak sejarah baru, yakni mengonsolidasikan semua partai politik yang mempunyai wakil di DPR, sebagai pendukung pemerintahannya."
Sinyal ke arah sana dinilai semakin jelas. Komunikasi politik antara kedua kubu, yang sebelumnya berseberangan, kini terlihat semakin cair dan intens.
“Saat ini, Gerindra dan PDIP tampaknya aktif menjalin komunikasi. PDIP juga terlihat berupaya melobi Prabowo terkait kasus Hasto dan berusaha membangun citra sebagai partai yang tidak bersikap anti-pemerintah di mata publik,” kata Anas.
Mengingat Kembali Vonis Hasto
Pemberian amnesti ini secara praktis menghapus hukuman yang telah dijatuhkan kepada Hasto Kristiyanto.
Sebelumnya, Hasto divonis 3 tahun 6 bulan penjara dalam kasus suap dan perintangan penyidikan terkait perkara buronan Harun Masiku. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut 7 tahun penjara.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim mengungkap dua hal yang memberatkan vonis terhadap Hasto.
Pertama, perbuatannya dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
"Perbuatan terdakwa dapat merusak citra lembaga penyelenggara Pemilu yang seharusnya independen dan berintegritas," ujar Hakim Ketua Rios Rahmanto saat membacakan putusan pada Jumat (25/7/2025).
Majelis hakim menyimpulkan bahwa tindakan Hasto Kristiyanto terbukti secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP, yang mengatur tentang delik pemberian suap.