Suara.com - Drama panjang tuduhan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) tampaknya memasuki babak akhir yang mengejutkan. Alih-alih terus bertahan, pihak penuduh kini justru menghadapi proses hukum.
Relawan Solidaritas Merah Putih (Solmet) membeberkan sejumlah fakta kunci yang mengubah total narasi kasus ini.
Dari kegagalan di pengadilan hingga metodologi yang diragukan, berikut adalah lima fakta penting yang menandai babak baru dari polemik ijazah ini, menurut versi pelapor di Mapolda Metro Jaya, Senin (4/8/2025) dilansir dari Antara.
1. Tuduhan Diklaim Gagal Total di Semua Lini Hukum
Upaya hukum yang dilancarkan oleh pihak penuduh, termasuk Roy Suryo CS, disebut telah kandas di berbagai institusi. Ketua Umum Solmet, Silfester Matutina, mengklaim ini sebagai kemenangan telak.
"Soal tuduhan ijazah palsu... dari Roy Suryo CS, dari pada TPUA, dari pada penggugat itu sudah selesai," ujarnya.
Menurutnya, gugatan dan laporan mereka mental:
- Di Bareskrim Polri: Kasus serupa sudah dihentikan.
- PN Solo: Gugatan dibatalkan atau dinyatakan tidak berwenang.
"Jadi, urusan ijazah palsu ini gagal semua nih, gagal semua ya, teman-teman," tegas Silfester.
2. Meja Berbalik: Penuduh Kini Jadi Pihak yang Diperiksa Polisi
Baca Juga: Babak Akhir Drama Ijazah Jokowi? Roy Suryo Cs Terancam Hukum Setelah Upaya Mereka Kandas
Inilah plot twist utamanya. Situasi kini berbalik 180 derajat. Bukan lagi Jokowi yang harus membuktikan, melainkan para penuduh yang harus mempertanggungjawabkan ucapannya di hadapan hukum.
Laporan Solmet terkait dugaan penyebaran berita bohong telah naik ke tahap penyidikan di Polda Metro Jaya.
"Sama seperti yang sekarang, saat ini sudah naik penyidikan di Polda Metro Jaya dan sudah banyak yang dimintai keterangan saksi-saksi," kata Silfester.
3. Metodologi 'Penelitian' Dianggap Tidak Sah dan Amatir
![Roy Suryo [Youtube Forum Keadilan TV]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/30/69202-roy-suryo.jpg)
Kredibilitas tuduhan dipertanyakan karena dasarnya yang dianggap tidak ilmiah. Silfester menyebut para penuduh tidak memiliki kualifikasi dan hanya meneliti foto digital dari media sosial, bukan dokumen asli.
"Ini tidak mungkin bisa diteliti, karena yang harus diteliti itu adalah ijazah yang asli, yang autentik atau yang analog," jelasnya.
Ia menegaskan bahwa analisis foto tidak memiliki kekuatan pembuktian forensik.