Suara.com - Sebuah video pilu dari Mamasa, Sulawesi Barat, menjadi cermin buram potret layanan kesehatan di daerah.
Ratna (34), seorang ibu rumah tangga, meninggal dunia di Puskesmas Balla pada Sabtu (2/8/2025) malam.
Di tengah duka, keluarganya berteriak mencari keadilan, menuding nyawa Ratna tak tertolong akibat kelalaian dan lambatnya penanganan oleh petugas medis.
Kisah tragis ini bukan sekadar berita duka.
Ia telah menjadi viral, memicu amarah publik dan membuka kembali luka lama tentang standar pelayanan fasilitas kesehatan, terutama di garda terdepan seperti Puskesmas.
Bagi generasi muda yang semakin kritis terhadap layanan publik, kasus ini adalah pengingat pahit bahwa nyawa bisa menjadi taruhan saat sistem gagal berfungsi.
Kronologi Malam Nahas: Satu Jam Menunggu Berujung Maut
Malam itu, Ratna dilarikan oleh keluarganya ke Puskesmas Balla, Kecamatan Balla, dengan keluhan sakit perut hebat dan muntah-muntah.
Harapan mereka untuk mendapatkan pertolongan cepat justru terbentur dinding prosedur yang dingin dan lambat.
Baca Juga: Dipanggil Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Kabupaten Mamasa: Semoga Jadi...
Menurut keluarga, mereka tiba di fasilitas kesehatan tersebut sekitar pukul 20.00 WITA.
Namun, alih-alih mendapat tindakan medis segera, mereka justru diminta bersabar.
Penantian itu terasa begitu lama, sekitar satu jam.
Selama waktu krusial tersebut, kondisi Ratna terus memburuk.
Keluarga hanya bisa pasrah dan panik, melihat orang yang mereka cintai semakin lemah tanpa ada tindakan medis berarti.
Petugas baru memasang infus ketika kondisi Ratna sudah sangat kritis. Sayangnya, semua sudah terlambat.
Tak lama setelah dokter tiba dan melakukan pemeriksaan, Ratna menghembuskan napas terakhirnya.
Duka keluarga seketika berubah menjadi amarah.
Mereka meyakini, jika saja penanganan dilakukan lebih cepat dan sigap, nyawa Ratna mungkin masih bisa diselamatkan.
Kematian ini, di mata mereka, bukanlah takdir semata, melainkan akibat dari dugaan kelalaian fatal.
Kini, keluarga menuntut pertanggungjawaban penuh, tidak hanya dari pihak Puskesmas Balla, tetapi juga dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mamasa.
Mereka ingin kasus ini diusut tuntas agar tidak ada lagi "Ratna-Ratna" lain yang menjadi korban buruknya sistem pelayanan kesehatan.
Dinkes Turun Tangan, Sanksi Menanti Jika Terbukti Lalai
Menanggapi kemarahan publik dan tuntutan keluarga, Kepala Dinas Kesehatan Mamasa, Hajai, akhirnya angkat bicara.
Kasus Ratna di Mamasa adalah alarm keras bagi kita semua. Peristiwa ini menelanjangi berbagai persoalan klasik dalam sistem kesehatan di daerah, mulai dari potensi kekurangan tenaga medis, kepatuhan terhadap SOP gawat darurat, hingga budaya kerja yang mungkin kurang responsif.
Puskesmas, sebagai ujung tombak layanan kesehatan, seharusnya menjadi tempat di mana setiap nyawa, tanpa terkecuali, diperlakukan sebagai prioritas tertinggi.
Penantian satu jam bagi pasien dalam kondisi kritis adalah sebuah kemewahan yang tidak seharusnya ada.
Publik kini menanti hasil investigasi dari Dinkes Mamasa. Apakah kasus ini akan menjadi momentum perbaikan, atau hanya akan menjadi satu lagi cerita pilu yang terlupakan?
Pernahkah Anda atau keluarga Anda mengalami pengalaman serupa di fasilitas kesehatan?
Menurut Anda, apa langkah konkret yang harus diambil pemerintah untuk mencegah tragedi seperti ini terulang?
Bagikan pandangan dan cerita Anda di kolom komentar.