Investasi Atau Degradasi? UNESCO Pertanyakan Komitmen Indonesia untuk Pulau Padar

M Nurhadi Suara.Com
Selasa, 05 Agustus 2025 | 14:36 WIB
Investasi Atau Degradasi? UNESCO Pertanyakan Komitmen Indonesia untuk Pulau Padar
Pulau Padar (Suara.com/Dinda Rachmawati)

Suara.com - Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) memberikan peringatan keras kepada pemerintah Indonesia terkait status Taman Nasional Komodo sebagai Situs Warisan Dunia. Hal ini berkaitan dengan ancaman dari berbagai proyek bisnis yang direncanakan di kawasan konservasi. Peringatan ini dirilis dalam dokumen terbaru di situs resmi UNESCO, hanya beberapa hari setelah pertemuan di Labuan Bajo yang merintis rencana bisnis salah satu perusahaan konsesi.

Dalam pernyataannya, UNESCO mewanti-wanti pemerintah bahwa “tidak ada usulan pembangunan yang disetujui yang akan berdampak negatif pada Nilai Universal Luar Biasa (Outstanding Universal Value atau OUV)” Taman Nasional Komodo. OUV adalah istilah teknis yang digunakan UNESCO untuk mengidentifikasi situs-situs yang memiliki signifikansi global yang luar biasa. Sehingga UNESCO menekankan bahwa investasi di kawasan tersebut harus “memastikan sebuah pendekatan pariwisata berkelanjutan” demi melindungi OUV.

Peringatan ini muncul setelah PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) menggelar pertemuan yang diklaim sebagai konsultasi publik di Golo Mori, Labuan Bajo, pada 23 Juli lalu. Pertemuan tersebut merupakan bagian dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), yang merupakan salah satu syarat utama yang diminta UNESCO kepada pemerintah Indonesia sebelum memulai proyek.

Dikutip dari Floresa.co dalam laporan UNESCO Beri Peringatan Sekali Lagi di tengah Langkah Pemerintah Indonesia Loloskan Proyek Pariwisata di Kawasan Taman Nasional Komodo menyebut, pada 2023 lalu, Indonesia menyerahkan dokumen Asesmen Lingkungan Strategis (SEA), mengklaim bahwa konsesi bisnis di Taman Nasional Komodo adalah bagian dari Rencana Manajemen Pariwisata Terpadu yang tidak mengganggu OUV. Namun, dalam pernyataan terbarunya pada 5 Agustus, UNESCO menyampaikan hasil peninjauan mereka terhadap dokumen SEA.

UNESCO lantas menemukan bahwa “memang ada beragam potensi dampak dari Rencana Manajemen Pariwisata Terpadu yang dibuat pemerintah terhadap OUV Taman Nasional Komodo.” Potensi dampak ini mencakup usulan layanan dan infrastruktur pariwisata serta lima izin usaha di dalam kawasan, termasuk rencana pembangunan ratusan vila, restoran, dan fasilitas lainnya oleh PT KWE di Pulau Padar. Oleh karena itu, UNESCO meminta Indonesia untuk "mengimplementasikan temuan SEA untuk membuat keputusan yang memastikan sebuah pendekatan pariwisata berkelanjutan."

Selain itu, UNESCO juga kembali menyoroti perubahan zonasi Taman Nasional Komodo yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2014, yang mengubah zona konservasi menjadi zona pemanfaatan. Perubahan ini, serta tidak adanya kewajiban AMDAL bagi pembangunan sarana wisata, menjadi catatan penting yang diulang kembali oleh UNESCO.

Perusahaan yang Mengantongi Konsesi di Taman Nasional Komodo 

Selain PT KWE yang menguasai area di Pulau Padar dan Pulau Komodo, beberapa perusahaan lain juga telah mengantongi konsesi di kawasan konservasi ini. Di antaranya ada PT Segara Komodo Lestari (PT SKL) di Pulau Rinca, PT Sinergindo Niagatama di Pulau Tatawa, serta PT Nusa Digital Creative dan PT Pantar Liae Bersaudara yang mendapat konsesi jasa wisata alam di Pulau Komodo, Pulau Padar, dan perairan sekitarnya. Kedua perusahaan terakhir ini menggantikan PT Flobamor, perusahaan BUMD NTT yang angkat kaki setelah menghadapi berbagai kontroversi dan penolakan dari masyarakat.

Selain itu, perusahaan yang terafiliasi dengan taipan Tommy Winata, yaitu PT Palma Hijau Cemerlang (PT PHC), juga beroperasi di Pulau Padar melalui Perjanjian Kerja Sama dengan Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) di area seluas 5.815,3 hektar. Jenis bisnis perusahaan ini belum dijelaskan secara transparan kepada publik, dan hanya disebut akan “membantu konservasi.”

Baca Juga: Bukan dari UNESCO, Syahrini Diduga Dapat Penghargaan dari Sosok Ini

Keterlibatan berbagai perusahaan dengan proyek-proyek masif di kawasan konservasi tersebut telah memicu gelombang protes dari masyarakat dan aktivis lingkungan. Hal ini memunculkan tagar seperti #SavePulauPadar di media sosial, di mana warganet mengkritik rencana pembangunan yang dikhawatirkan akan merusak warisan alam yang seharusnya dilestarikan.

Belakangan, media sosial X dan TikTok ramai dibanjiri perbincangan mengenai Pulau Padar di Taman Nasional Komodo, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tagar #SavePulauPadar menjadi viral setelah munculnya wacana pembangunan besar-besaran oleh investor di salah satu spot wisata paling ikonik di Indonesia ini. Protes dari warganet dan aktivis mengalir deras, menyuarakan kekhawatiran mereka akan kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi akibat proyek tersebut.

Warganet menyoroti rencana pembangunan ratusan vila, gym, restoran, dan berbagai sarana prasarana lainnya yang akan diwujudkan oleh PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE). Banyak yang menilai bahwa Pulau Padar, sebagai warisan alam yang dilindungi UNESCO, harus dilestarikan, bukan dibangun menjadi kawasan wisata komersial.

Polemik ini bermula dari informasi yang disebarkan oleh akun X @KawanBaikKomodo. Akun tersebut memaparkan secara rinci rencana mega proyek PT KWE di Pulau Padar, yang telah mengantongi izin untuk membangun usaha sarana wisata alam.

Berdasarkan unggahan tersebut, PT KWE memiliki izin untuk membangun sejumlah fasilitas fantastis, termasuk:

448 unit vila
13 restoran
1 bar raksasa seluas 1.200 meter persegi
7 lounge, 7 pusat kebugaran, dan 7 spa
67 kolam renang
1 Hilltop castle bergaya Prancis
1 gereja/kapel untuk acara pernikahan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI