Suara.com - Sebuah kejanggalan besar dalam penegakan hukum di Indonesia menjadi sorotan tajam. Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina, yang notabene adalah terpidana kasus pencemaran nama baik terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, masih bebas berkeliaran meski vonisnya sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht sejak tahun 2019.
Fenomena kebal hukum yang dipertontonkan oleh relawan mantan Presiden Jokowi ini membuat pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, geram. Ia menduga ada sesuatu yang tidak beres di tubuh Kejaksaan dan mendesak agar jaksa yang menangani perkara ini segera diusut tuntas.
"Semua orang sama di depan hukum. Tidak ada perbedaan terhadap siapapun, sekalipun dia pengawal presiden," kata Fickar saat dihubungi Suara.com, Rabu (6/8/2025).
Fickar menegaskan bahwa Kejaksaan, sebagai eksekutor putusan pengadilan, seharusnya sudah menjebloskan Silfester ke penjara sejak lama. Diketahui, pada Mei 2019, Silfester telah divonis penjara selama satu tahun enam bulan.
Namun, hingga enam tahun berlalu, eksekusi tersebut tak kunjung dilakukan.
"Jaksa sebagai eksekutor harus melaksanakan hukuman secara paksa," tegas Fickar.
Dugaan Serius: Jaksa Diancam atau Disuap?
Lambatnya, bahkan mandeknya, proses eksekusi ini memunculkan kecurigaan serius. Fickar menduga ada dua kemungkinan mengapa Kejaksaan seolah tak berdaya menghadapi Silfester: jaksa yang menangani perkara ini diancam atau telah disuap.
"Ya, pasti ada persoalan kalau kejaksaan tidak berani mengeksekusi. Ini harus dibongkar, dugaan diancam atau disuap," desaknya.
Baca Juga: Jejak Mafia Minyak Riza Chalid Terendus di Luar Negeri, Kejagung Tak Bisa Jemput Paksa: Mengapa?
Ia mendorong agar Komisi Kejaksaan (Komjak) segera turun tangan untuk melakukan investigasi internal terhadap para jaksa yang bertanggung jawab atas mandeknya eksekusi ini.
Bahkan, jika Komjak pun tak berdaya, Fickar menyarankan agar masalah ini dibawa ke ranah yang lebih tinggi.
"Kalau enggak berani, laporkan ke KPK!" ujarnya.
Kasus ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia, di mana seorang terpidana bisa dengan leluasa menghirup udara bebas selama bertahun-tahun tanpa tersentuh hukum, hanya karena kedekatannya dengan lingkar kekuasaan. Kini, publik menanti apakah Kejaksaan akan segera bertindak atau terus membiarkan hukum tumpul ke atas.