Suara.com - Satu unggahan sederhana di media sosial, bisa bermakna ribuan kata dalam dunia politik. Hal ini kembali terbukti saat Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka membagikan momen santai makan bersama Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, melalui akun Instagram pribadinya.
Namun, di balik foto semangkuk mie bakso dan nasi dendeng balado, tersembunyi pesan politik yang dalam, setidaknya menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti.
Baru-baru ini, akun Instagram @gibran_rakabuming menampilkan foto keakraban Gibran dengan Dasco.
Dalam keterangan fotonya, Gibran menulis dengan santai, menyebut menu makanan mereka berupa mie bakso, nasi dendeng balado, dan tumis daun pepaya.
"Selamat berakhir pekan untuk kawan-kawan semua," tulis Wapres Gibran dalam postingannya tersebut.
Sekilas, tak ada yang istimewa. Namun, bagi mata jeli pengamat politik, unggahan ini lebih dari sekadar ucapan selamat berakhir pekan.
Ray Rangkuti menilai postingan tersebut adalah sebuah manuver politik yang justru menunjukkan kegelisahan di lingkaran Istana, khususnya keluarga Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Menurut Ray, unggahan itu merupakan upaya untuk meredam desas-desus yang semakin santer terdengar: bahwa Presiden Prabowo Subianto mulai menjaga jarak dari keluarga Jokowi.
"Saya menafsirkannya, ada rasa tidak percaya diri lagi di lingkungan Pak Jokowi. Apa yang selama ini dirumorkan orang Pak Prabowo mulai meninggalkan keluarga Pak Jokowi," kata Ray saat dihubungi pada Minggu (10/8/2025).
Baca Juga: Geopolitik Memanas, DPR Sebut Peran Wakil Panglima TNI Jadi Kunci
Sinyal dari Orang Penting Prabowo
Pilihan Gibran untuk berfoto dengan Sufmi Dasco Ahmad bukanlah tanpa sebab.
Dasco bukan sekadar Wakil Ketua DPR, ia adalah Ketua Harian DPP Partai Gerindra, posisi yang menempatkannya sebagai salah satu orang terdekat dan paling dipercaya oleh Prabowo.
Analis bahkan menyebut Dasco sebagai tangan kanan Prabowo yang memiliki peran kunci dalam komunikasi politik dan menjaga stabilitas pemerintahan.
Pertemuan dengan Dasco, secara simbolis, adalah pertemuan dengan representasi kekuatan Prabowo.
Ray Rangkuti menjelaskan logika di balik tindakan Gibran.
Menurutnya, seseorang hanya akan mempublikasikan pertemuan jika orang yang ditemui dianggap penting dan dapat mengangkat citra atau posisi dirinya.
Dalam konteks ini, Gibran seolah ingin mengirim pesan.
"Jadi dalam hal ini kelihatan Gibran mau menunjukkan kepada publik, dia masih baik-baik dengan Dasco," kata dia.
Pesan yang Terbaca Sebaliknya
Ironisnya, menurut Ray, efek yang ditimbulkan justru berkebalikan dari yang diharapkan.
Alih-alih meyakinkan publik bahwa hubungan baik-baik saja, tindakan tersebut malah mengonfirmasi adanya masalah.
Kebutuhan untuk "pamer" keakraban mengindikasikan bahwa keakraban itu sendiri sedang dipertanyakan atau terancam.
Isu keretakan antara Prabowo dan Jokowi memang telah berembus beberapa waktu, meski kerap dibantah oleh pihak-pihak terkait.
Rumor ini dipicu oleh berbagai spekulasi politik, mulai dari arah kebijakan hingga konsolidasi kekuasaan pasca-transisi.
Dalam lanskap inilah unggahan Gibran menjadi sangat relevan dan sarat makna.
Bagi Ray, publik yang melek politik akan membaca sinyal ini secara berbeda.
Upaya untuk menampilkan fasad "semua aman" justru menjadi bukti paling sahih bahwa ada sesuatu yang tidak beres di balik layar.
"Yang dibaca itu justru pesan sebaliknya, bukan pesan yang terungkap pertemuan itu," jelasnya.
Dengan kata lain, semakin keras upaya menunjukkan keharmonisan, semakin jelas pula retakan yang coba ditutupi.
Unggahan makan siang Gibran dan Dasco pun berubah dari sekadar dokumentasi kuliner menjadi sebuah artefak politik yang memicu lebih banyak pertanyaan ketimbang jawaban.