Merdeka yang Tak Sampai ke Trotoar: Ironi 'Pak Ogah' di Seberang 'Gedung Rakyat'

Minggu, 17 Agustus 2025 | 12:41 WIB
Merdeka yang Tak Sampai ke Trotoar: Ironi 'Pak Ogah' di Seberang 'Gedung Rakyat'
Gedung DPR MPR RI di Senayan, Jakarta Pusat. [Suara.com/Alfian Winanto]

Suara.com - Di sebuah persimpangan yang bising dekat Gedung DPR RI, tepat di jantung legislasi negara, sebuah bendera merah putih kecil berkibar lesu di tiang seadanya.

PEMANDANGAN ini merupakan ironi visual yang menusuk; simbol kedaulatan bangsa kontras dengan realitas perjuangan hidup yang terpampang nyata di bawahnya.

Di kawasan itu, Iwan, seorang pria berkaus lusuh, berdiri melambaikan tangan, seolah menjadi dirijen bagi pengendara roda dua yang nekat menerobos kemacetan.

Iwan bukan petugas resmi yang diakui pemerintah dalam 'mengatur lalu lintas'. 

Ia merupakan bagian dari fenomena urban yang akrab disapa 'Pak Ogah', pengatur lalu lintas informal yang hidup dari recehan para pengendara.

Trotoar yang seharusnya menjadi hak pejalan kaki, telah mereka sulap menjadi jalur alternatif saat jam sibuk—sebuah inovasi ilegal yang kerap disebut sebagai 'tol trotoar'.

Praktik ini memang menuai pro-kontra. Netizen dengan mudah melayangkan hujatan, sementara pihak berwenang tak segan melakukan penertiban.

Bahkan, belum lama ini, 4 rekan Iwan ditangkap setelah aksi mereka menjadi viral di media sosial.

Namun, bagi para pengendara yang diburu waktu, jalur ini menjadi 'solusi terbaik' menyiasati semrawutnya lalu lintas ibu kota.

Baca Juga: 80 Tahun Merdeka, Suara Wajib Pajak Menggema: Pajak Sudah Dibayar, Keadilan Sosial Mana?

Bak gayung bersambut, hal itu bagi Iwan serta rekannya, Arif, menjadi berkah satu-satunya sebagai sumber nafkah harian menyambung hidup keluarga.

“Ya kalau sore ramai, kami bisa dapat 50 ribu sampai 70 ribu,” kata Arif sembari matanya awas mengamati arus kendaraan yang tak pernah putus.

Di usianya yang hampir paruh baya, Iwan menanggung hidup bersama istrinya yang bekerja serabutan di dekat rel kereta api Palmerah.

Nasib membawanya ke persimpangan jalan ini setelah pandemi Covid-19 merenggut pekerjaannya di sebuah percetakan.

Korban PHK

Ia menjadi satu dari jutaan korban PHK yang terpaksa mencari cara lain untuk bertahan hidup.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI