Viral 3 WNI Lawan Balik Sindikat Perdagangan Orang di Kamboja, Berhasil Kabur tapi Babak Belur!

Senin, 18 Agustus 2025 | 10:13 WIB
Viral 3 WNI Lawan Balik Sindikat Perdagangan Orang di Kamboja, Berhasil Kabur tapi Babak Belur!
Dugaan WNI lawan balik sejumlah sindikat perdagangan orang di Kamboja, viral. (Instagram)

Suara.com - Sebuah video dramatis yang merekam perjuangan tiga Warga Negara Indonesia (WNI) meloloskan diri dari cengkeraman sindikat perdagangan orang di Kamboja viral di media sosial.

Aksi heroik dua pria dan satu wanita ini menjadi sorotan tajam, memicu kemarahan publik atas maraknya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang terus menjerat para pencari kerja.

Dalam video yang beredar luas, terlihat kepanikan dan perlawanan para WNI saat menyadari nasib buruk yang menanti mereka.

Peristiwa ini pertama kali diungkap oleh pemilik akun Facebook Hendra Tanzhou, yang membagikan ulang video dari sumber Facebook Koeun Theara dengan keterangan: "Detik-detik WNI (2 Pria dan 1 Cewek) Menang Kel4hi, Selamat Kabur dari Kam80ja"

Atensi publik terhadap video viral itu juga mendapat tanggapan di Instagram yang dibagikan @digital.news.co.id.

Salah satu korban diketahui bernama Herman Laia, atau Vano Laia, seorang warga Nias yang menetap di Medan.

Bersama dua rekannya, ia berangkat ke Kamboja dengan iming-iming pekerjaan yang menggiurkan. Namun, janji manis itu berubah menjadi mimpi buruk.

Kronologi Penipuan Berkedok Lowongan Kerja

Menurut informasi yang dihimpun, Herman dan kedua rekannya awalnya dijanjikan bekerja di bagian dapur sebuah "scam resto".

Baca Juga: Mimpi Gadis 18 Tahun Jadi Korban TPPO: Terjebak di Kamboja, Keluarga Meratap Minta Rp130 Juta

Istilah ini diduga merujuk pada operasi restoran fiktif yang menjadi kedok untuk kegiatan ilegal.

Mereka tidak pernah menduga bahwa tawaran tersebut hanyalah umpan untuk menjebak mereka dalam lingkaran setan perdagangan manusia.

Setibanya di lokasi, ketiganya sadar bahwa mereka hendak dijual ke sebuah perusahaan penipuan online atau scamming.

Sindikat semacam ini memang marak di Kamboja, memaksa para korban untuk menipu sesama warga negara dengan target pendapatan bulanan yang fantastis.

Sadar akan bahaya yang mengancam, mereka memutuskan untuk melawan dan melarikan diri dari lokasi penyekapan di daerah Krithum, Kamboja.

Beruntung, perlawanan mereka membuahkan hasil.

Ketiganya berhasil kabur dan segera mencari perlindungan.

Kini, mereka dilaporkan telah berada dalam penanganan dan perlindungan kepolisian setempat, menunggu proses lebih lanjut untuk dapat kembali ke Tanah Air.

Jengahnya Netizen dan Modus yang Terus Berulang

Kasus yang menimpa Herman Laia ini hanyalah puncak gunung es dari masalah TPPO yang meresahkan.

Video perlawanan mereka seolah menjadi representasi kemuakan publik. Kolom komentar di berbagai platform media sosial dibanjiri oleh kritik pedas dari netizen yang sudah jengah dengan aksi para sindikat.

"Kapan ini berakhir? Pemerintah harusnya bisa sikat habis agen-agen bodong di dalam negeri sebelum mereka kirim orang," tulis seorang pengguna Instagram.

"Salut sama keberanian mereka melawan. Jangan pernah percaya gaji besar tanpa keahlian khusus, itu pasti jebakan," ingatkan yang lain.

Fenomena 'lapar kerja' di Indonesia membuat banyak warga, bahkan yang berpendidikan tinggi, rentan menjadi korban.

Para pakar menyebut pola rekrutmen telah berubah, kini banyak menyasar anak muda terdidik melalui tawaran di media sosial.

Modusnya seringkali serupa: janji gaji belasan hingga puluhan juta rupiah, pekerjaan mudah di bidang customer service atau operator, namun berakhir sebagai scammer di bawah tekanan dan siksaan.

Peran Pemerintah Kembali Dipertanyakan

Kasus ini sekali lagi menempatkan peran pemerintah Indonesia di bawah sorotan tajam.

Meskipun berbagai upaya pemulangan korban telah dilakukan, publik menuntut tindakan yang lebih fundamental dan preventif.

Data menunjukkan lonjakan drastis jumlah WNI di Kamboja dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan meningkatnya laporan kasus WNI bermasalah.

Pemerintah, melalui Kementerian Luar Negeri dan BP2MI, diharapkan tidak hanya bertindak sebagai 'pemadam kebakaran' yang memulangkan korban setelah kejadian.

Desakan publik mengarah pada tiga hal utama: pertama, penegakan hukum yang tanpa kompromi terhadap para perekrut dan agen di dalam negeri.

Kedua, pengawasan ketat terhadap jalur-jalur keberangkatan ilegal yang seringkali menggunakan visa turis.

Ketiga, diplomasi yang lebih kuat dengan pemerintah Kamboja untuk memberantas perusahaan-perusahaan scamming yang menjadi sarang eksploitasi WNI.

Kompleksitas masalah ini diakui, di mana tidak semua WNI yang bekerja di sektor scamming adalah korban murni TPPO.

Namun, kegagalan negara dalam menyediakan lapangan kerja yang layak tidak boleh menjadi pembenaran atas lemahnya perlindungan terhadap warga negaranya di luar negeri.

Selama akar masalah, yakni sindikat perekrutan, tidak diberantas tuntas, maka akan selalu ada Herman-Herman lain yang bertaruh nyawa demi harapan palsu di negeri orang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI