Triliunan Raib, Setnov 'Berkelakuan Baik' dan Bebas: Paradoks Keadilan yang Menyakitkan

Senin, 18 Agustus 2025 | 11:52 WIB
Triliunan Raib, Setnov 'Berkelakuan Baik' dan Bebas: Paradoks Keadilan yang Menyakitkan
Eks Ketua DPR RI, Setya Novanto bebas bersyarat pada 16 Agustus 2025 lalu. (Suara.com/Arya Manggala)

Aturan Baru yang Mempermudah Jalan Koruptor?

Setya Novanto. (Suara.com/Yasir)
Setya Novanto. (Suara.com/Yasir)

Lebih dari sekadar hitungan matematis, pembebasan Setya Novanto menyoroti perubahan fundamental dalam regulasi yang kini lebih lunak terhadap narapidana korupsi.

Sebelumnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 menjadi tembok penghalang bagi koruptor untuk mudah mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat.

Aturan tersebut mensyaratkan narapidana kasus luar biasa seperti korupsi untuk menjadi justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kejahatan yang lebih besar.

Namun, syarat ketat ini secara efektif dihapuskan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.

UU baru ini menyamaratakan hak semua narapidana, termasuk koruptor, untuk mendapatkan hak-hak seperti remisi dan pembebasan bersyarat tanpa perlu menjadi JC.

Kebijakan ini dinilai sebagai langkah mundur yang serius, karena menghilangkan insentif bagi koruptor untuk membongkar jaringan mereka dan melemahkan efek jera.

Pembebasan Setya Novanto adalah buah dari perubahan kebijakan ini.

Ia menjadi salah satu contoh paling gamblang bagaimana sistem hukum memberikan "karpet merah" bagi pelaku kejahatan kerah putih untuk kembali ke masyarakat lebih cepat, tanpa syarat yang sepadan dengan kerusakan masif yang telah mereka timbulkan.

Baca Juga: 5 Fakta Kunci di Balik Parole 'Papa' Setya Novanto, Kini Bebas dari Lapas Sukamiskin

Paradoks 'Berkelakuan Baik' dan Luka Keadilan

Syarat lain untuk pembebasan bersyarat adalah berkelakuan baik selama menjalani masa pidana.

Namun, konsep "berkelakuan baik" bagi seorang Setya Novanto terasa absurd.

Apakah tidak membuat onar di dalam penjara cukup untuk menebus dosa korupsi triliunan rupiah yang memiskinkan negara dan mengkhianati amanat publik?

Korupsi e-KTP bukan hanya soal angka kerugian negara.

Proyek ini gagal dan berantakan, menyebabkan jutaan rakyat Indonesia kesulitan mengakses layanan publik karena terhambat identitas kependudukan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI