Suara.com - Nama Irvian Bobby Mahendro mendadak menjadi sorotan publik setelah terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pejabat Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) ini ditetapkan sebagai tersangka bersama Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer, dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Yang lebih mengejutkan adalah jurang pemisah antara harta kekayaan yang dilaporkan Irvian dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dengan temuan KPK di lapangan.
Gaya hidup mewah dan aset melimpah yang diduga berasal dari hasil korupsi kini terungkap, menunjukkan adanya ketidaksesuaian yang signifikan.
Berdasarkan data yang dibeberkan KPK, Irvian Bobby Mahendro diduga menjadi salah satu penampung dana hasil pemerasan. Pria yang menjabat sebagai Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 tahun 2022-2025 ini diduga menerima aliran dana mencapai angka fantastis.
“Pada tahun 2019-2024, IBM diduga menerima aliran uang sejumlah Rp69 miliar melalui perantara. Uang tersebut selanjutnya digunakan untuk belanja, hiburan, DP rumah, setoran tunai kepada GAH, HS, dan pihak lainnya,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta.[
Dana puluhan miliar tersebut, menurut KPK, tidak hanya digunakan untuk foya-foya, tetapi juga dialirkan untuk membeli berbagai aset mewah dan investasi.
Uang itu juga digunakan untuk pembelian sejumlah aset seperti beberapa unit kendaraan roda empat hingga penyertaan modal pada 3 perusahaan yang terafiliasi dengan Perusahaan Jasa K3 (PJK3).
Kontras dengan LHKPN: Hanya Pajero dan Satu Bidang Tanah
Baca Juga: Komplotan Wamenaker Noel, Irvian Bobby Raup Uang Pemerasan Rp69 Miliar Buat Foya-foya
Fakta yang diungkap KPK ini berbanding terbalik 180 derajat dengan LHKPN yang dilaporkan Irvian Bobby. Terakhir kali melaporkan kekayaannya pada 31 Desember 2021, total harta yang tercatat atas namanya hanya sebesar Rp3.905.374.068 atau sekitar Rp3,9 miliar.
Dalam laporan tersebut, Irvian yang merupakan lulusan S1 Teknik Mesin dan S2 Manajemen ini hanya mencantumkan kepemilikan satu bidang tanah dan bangunan di Jakarta Selatan senilai Rp1,2 miliar. Aset tersebut tercatat sebagai hibah tanpa akta.
Untuk kategori alat transportasi, LHKPN Irvian hanya mencantumkan satu unit mobil, yaitu Mitsubishi Pajero tahun 2016 senilai Rp335 juta. Padahal, dari hasil OTT, KPK berhasil mengamankan total 12 unit mobil dan 6 unit motor dari tangannya.
Selain itu, ia melaporkan harta bergerak lainnya senilai Rp75.253.273 dan kas setara kas sebesar Rp2.216.873.795. Angka-angka ini jelas tidak mencerminkan aliran dana Rp69 miliar dan kepemilikan belasan kendaraan seperti yang ditemukan oleh lembaga antirasuah.
Kasus ini menambah daftar panjang pejabat publik yang tidak melaporkan harta kekayaannya secara transparan dan akurat.
Dugaan praktik pemerasan dalam penerbitan sertifikat K3 ini sendiri ditaksir telah mengumpulkan total dana hingga Rp81 miliar, yang kemudian dibagi-bagikan ke berbagai pihak di lingkungan Kemnaker, termasuk Wamenaker Immanuel Ebenezer yang diduga menerima Rp3 miliar.