Suara.com - Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap, menanggapi permintaan amnesti mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel kepada Presiden Prabowo Subuanto.
Permintaan itu disampaikan Noel setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Yudi menilai Prabowo harus menolak secara tegas permintaan amnesti tersebut meskipun Noel pernah tergabung dalam Kabinet Merah Putih.
Pasalnya, Noel menjadi anggota kabinet di bawah pemerintahan Prabowo yang berstatus sebagai tersangka.
“Apalagi perbuatan Noel ini mengukir sejarah sebagai anggota kabinet sebagai wamen pertama yang kena OTT padahal masa pemerintahan ini belum satu tahun,” kata Yudi dalam keterangannya, Senin (25/8/2025).
“Tentu hal yang dilakukan Noel itu berbanding terbalik dengan upaya Presiden Prabowo yang ingin memberantas korupsi yang selalu di dengung-dengungkan melalui pidato-pidato beliau,” tambah dia.
Lebih lanjut, Yudi juga menegaskan bahwa sikap Prabowo yang tegas menolak memberikan amnesti kepada Noel akan menunjukkan keseriusan Prabowo dalam memberantas korupsi.
Hal itu juga dinilai akan menunjukkan bahwa Prabowo mempersilakan KPK melakukan proses hukum terhadap anggota kabinetnya yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.
Noel Minta Amnesti
Baca Juga: Dari Panglima Relawan untuk Wong Cilik Menuju Tahanan KPK, Potret Immanuel Pakai Rompi Oranye
Sebelumnya Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Noel berharap bisa mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto.
Hal itu dia sampaikan usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap perusahaan-perusahaan terkait pengurusan sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
“Semoga saya mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo,” kata Noel di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (22/8/2025).
Dia juga sempat menyampaikan permintaan maaf kepada Prabowo hingga masyarakat Indonesia.
![Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer (kedua kanan) berjalan menuju mobil tahanan usai dihadirkan sebagai tersangka saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (22/8/2025). [ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/foc]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/22/22738-immanuel-ebenezer-ditahan-kpk-immanuel-ebenezer-wamenaker-noel.jpg)
“Saya ingin sekali pertama saya meminta maaf kepada Presiden Pak Prabowo. Kedua, saya minta maaf kepada anak dan istri saya. Tiga, saya minta maaf terhadap rakyat Indonesia,” tutur Noel.
Lebih lanjut, Noel menegaskan bahwa dirinya tidak terjaring OTT KPK. Dia juga membantah terlibat kasus dugaan pemerasan.
“Saya juga ingin mengklarifikasi bahwa saya tidak di OTT, pertama itu. Kedua, kasus saya bukan kasus pemerasan, agar narasi diluar tidak menjadi narasi yang kotor memberatkan saya,” tegas Noel.
“Kawan-kawan yang bersama saya tidak ada sedikit pun kasus pemerasan,” tambah dia.
Dalam kasus ini KPK telah melakukan penahanan terhadap sebelas tersangka dalam kasus dugaan pemerasan pengurusan sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Mereka merupakan pihak-pihak yang turut terjaring dalam operasi tangkap tangan, termasuk Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Noel.
“(KPK) menetapkan sebelas orang sebagai tersangka,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (22/8/2025).
Sepuluh orang lainnya yang juga turut ditahan bersama Noel ialah Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 Irvian Bobby Mahendro, Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja Gerry Aditya Herwanto Putra, Sub Koordinator Keselamatan Kerja Ditjen Bina K3 Subhan, dan Sub Koordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja Anita Kusumawati.
Kemudian, ada pula Ditjen Binwasnaker dan K3 Fahrurozi, Direktur Bina Kelembagaan Hery Sutanto, Subkoordinator Sekarsari Kartika Putri, Koordinator Supriadi, dan dua pihak PT KEM Indonesia Temurila serta Miki Mahfud.