Rasio golnya mencapai 79,5 persen yang menobatkannya sebagai predator sejati di lapangan hijau.
Dari Tukang Becak Jadi Pemain Terkenal
Ramang lahir pada 24 April 1924 di Barru, Sulawesi Selatan, dari keluarga miskin. Ayahnya seorang nelayan. Pendidikan formalnya hanya sebatas sekolah dasar (SD).
Sejak kecil, ia membantu ekonomi keluarga dengan mengayuh sepeda hingga 50 kilometer untuk berdagang ikan.
Setelah menikah, hidupnya tetap keras, Ramang mencari nafkah sebagai tukang becak.
Takdir membawanya ke Makassar. Dengan becak dan istrinya, ia merantau.
Di kota itu, ia berkenalan dengan Andi Matalatta, tokoh sepak bola Sulawesi Selatan yang mengorbitkan namanya.
Ramang sempat bermain untuk Persis (bukan Persis Solo) sebelum akhirnya memperkuat Bond Makassar, cikal bakal PSM Makassar.
Namun, bergabung dengan klub besar tak serta-merta membuatnya mapan. Ramang tetap mengayuh becak dan menjadi kernet truk demi menyambung hidup.
Baca Juga: Crazy Rich Kalimantan Dapat Bintang Kehormatan dari Presiden, Haji Isam Jasanya Apa?
Sayangnya, jalan hidup Ramang tidak selalu mulus. Pada tahun 1961, ia dituduh terlibat pengaturan skor dalam laga Persebaya Surabaya melawan PSM Makassar.
Tanpa bukti yang kuat, ia dijatuhi hukuman larangan bermain seumur hidup. Hukuman itu memang dicabut setahun kemudian, tetapi pamornya sudah terlanjur redup.
Ramang akhirnya pensiun pada tahun 1968, di usia 40 tahun. Ia sempat menjadi pelatih di sejumlah klub, termasuk PSM, tetapi keterbatasan pendidikan membuatnya sulit mendapat sertifikat kepelatihan.
Perlahan, legenda itu tersingkir dari panggung utama sepak bola nasional.
Dianugerahi Tanda Kehormatan Bintang Jasa
Ramang menjalani hari tuanya dalam kesulitan.