“kalau seandainya memang tidak asli, tentu ada masalah, tentu akan berkembang masalahnya. Lucu sekali logika yang mengatakan nanti kalau ditunjukkan akan tetap ribut tidak,” tambahnya.
Selanjutnya, Refly turut mengomentari saran dari Politisi PSI, Ade Armando, yang menganjurkan agar menunggu penyelesaian masalah di Pengadilan.
Refly menyatakan keheranannya atas saran tersebut.
Menurut Refly, konteks Pengadilan yang dimaksud kemungkinan besar berkaitan dengan isu pencemaran nama baik atau fitnah.
Ia berargumen bahwa klaim pencemaran nama baik atau fitnah baru akan sah jika keaslian ijazah telah terbukti.
“Lalu Ade Armando mengatakan ya nanti tunggu di Pengadilan. Pengadilan yang dimaksud mereka adalah Pengadilan pencemaran nama baik, fitnah dan lain sebagainya,” ucapnya.
“Lah, kalau kita mau jujur kan pencemaran dan fitnah itu baru sah kalau seandainya ijazah tersebut sudah dibuktikan asli. Kalau ijazahnya belum dibuktikan asli, lalu pembuktiannya berbarengan dengan kasus itu, itukan menurut saya aneh malah, harusnya tidak boleh,” sambungnya.
Refly menyimpulkan bahwa persoalan ijazah Jokowi sebenarnya adalah masalah yang relatif sederhana dan tidak perlu diperumit dengan upaya menakut-nakuti masyarakat yang mempertanyakan.
“Simple sekali sebenarnya masalah ini. Haha. Masalah yang ringan kok jadi berat,” ucapnya.
Baca Juga: Mahfud MD 'Sentil' Peragu Ijazah Jokowi: Buktikan di Pengadilan, Jangan Bikin Gaduh!
Tanggapan Kuasa Hukum Jokowi terhadap Abraham Samad
Dalam kesempatan yang berbeda, Rivai Kusumanegara, Kuasa Hukum Joko Widodo, sempat menyinggung mantan Ketua KPK, Abraham Samad.
Rivai mengamati bahwa Abraham Samad terkesan menunjukkan kekhawatiran terkait kasus dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi.
Rivai berpendapat bahwa sebagai seorang advokat, Abraham Samad tidak seharusnya merasa takut jika tidak memiliki atau niat jahat.
Ia juga mengungkapkan bahwa laporan yang diajukan oleh Presiden Jokowi ke Polda Metro Jaya tidak mencantumkan nama Samad sebagai pihak terlapor.
Laporan tersebut, menurut Rivai, hanya berfokus pada peristiwa fitnah dan penghinaan, sementara identifikasi terlapor diserahkan sepenuhnya kepada pihak penyidik.