Habiburokhman: Ijazah Jokowi Tak Perlu Lagi Diperdebatkan, Fokus pada Prestasi Bangsa

Kamis, 28 Agustus 2025 | 09:36 WIB
Habiburokhman: Ijazah  Jokowi Tak Perlu Lagi Diperdebatkan, Fokus pada Prestasi Bangsa
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman (Suara.com/Bagaskara)

Suara.com - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, akhirnya memberikan pandangannya terkait polemik dugaan ijazah palsu milik Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

Dalam perbincangannya dengan Pakar Komunikasi, Hendri Satrio, Habiburokhman menegaskan bahwa sudah saatnya masyarakat berfokus pada evaluasi kepemimpinan berdasarkan prestasi, bukan lagi memperdebatkan isu ijazah yang dianggapnya sudah tidak relevan.

Habiburokhman menyampaikan bahwa dalam menilai seorang pemimpin, fokus utama seharusnya adalah capaian dan kinerjanya selama menjabat.

“Kalau kita bicara soal pemimpin, kita lihat prestasinya apa. Selama memimpin 10 tahun kita lihat prestasinya apa saja, kemudian catatannya kekurangannya apa saja dalam konteks kebijakan dia,” ujar Habiburokhman, dikutip dari youtube Hendri Satrio, Rabu (27/8/25).

Menurutnya, pembahasan mengenai ijazah sudah keluar dari jalur terutama karena momennya bukan lagi dalam masa kontestasi pemilihan kepala daerah atau presiden.

Dia berpendapat bahwa mempersoalkan hal tersebut saat ini tidak akan memberikan dampak berarti.

“Jadi ini sudah out of bit bicara hal seperti ini. Kalau kontestasi persaingan dulu ya kan, menjadi waktu mau jadi Gubernur ya kan, mau jadi presiden dipersoalkan boleh.” Ucapnya.

“Tapi kan ini sudah lewat. Bahasa anak sekarang enggak akan ngaruh apapun ke kehidupan ente gitu loh,” tambahnya.

Anggota DPR dari Fraksi Gerindra ini juga mempertanyakan produktivitas bangsa jika terus-menerus berkutat pada isu yang dianggapnya tidak esensial.

Baca Juga: Film Tentang MBG Tuai Kecaman Aktivis NTT: Kami Tak Pernah Ngemis Makanan!

“Jadi apakah produktif kita sebagai bangsa besar mempersoalkan hal tersebut?,” sebutnya.

Habiburokhman lantas membagikan pelajaran yang ia dapat dari Presiden Prabowo Subianto, yang mengajarkan pentingnya menghargai para pemimpin, baik yang sedang menjabat maupun mantan, dengan segala kebaikan dan kekurangannya.

“Saya diajari Pak Prabowo, Hargailah pemimpin anda, mantan – mantan pemimpin anda, seberapapun baik dan buruknya,” terangnya.

“Jangankan hal kecil soal ijazah, misalnya Pak Harto dengan berbagai kontroversinya, Bung Karno, ajaran Pak Prabowo itu hargailah, selalu nilai yang positif dari pemimpin – pemimpin kita,” tambahnya.

Habiburokhman menekankan bahwa yang sangat dibutuhkan bangsa saat ini adalah persatuan dan menghindari perdebatan yang tidak produktif.

Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menyatukan energi demi mendukung program-program pemerintah yang populer, seperti Program Makan Bergizi Gratis dan Sekolah Rakyat.

“Yang kita perlukan itu persatuan. Kalau kita cari macam hal kecil begitu kita ribut terus. Ribut enggak produktif,” sebutnya.

Ia prihatin melihat pemerintah sedang berupaya keras mensukseskan program-program penting, namun narasi yang terus muncul justru seputar perselisihan ijazah Jokowi yang tak kunjung usai.

“Ketika kita berupaya mensukseskan ini, tapi narasi yang muncul tiap hari orang berkelahi soal ijazah aja,” sebutnya.

“Sekarang lebih baik kita satukan energi sukseskan MBG, Koperasi Merah Putih, Sekolah Rakyat, program-program yang populer,” imbuhnya.

Pernyataan Rektor UGM Perkuat Kedudukan Ijazah Jokowi

Senada dengan pandangan untuk tidak lagi mempermasalahkan ijazah, Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Ova Emilia, baru-baru ini juga telah mengkonfirmasi bahwa Presiden Jokowi merupakan lulusan dari institusi yang dipimpinnya.

Melalui kanal YouTube Universitas Gadjah Mada yang diunggah pada Jumat (22/8/25), Ova Emilia meyakinkan publik bahwa Jokowi telah menerima ijazahnya setelah menyelesaikan studi di Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985.

Mengenai gambar ijazah Jokowi yang beredar di media sosial, Ova tidak terlalu mempermasalahkan.

Sebab, dokumen tersebut sudah berada di tangan Jokowi, sehingga tanggung jawab atas keberadaan dan keasliannya ada pada yang bersangkutan. “Artinya yang menjaga ijazah itu adalah yang bersangkutan.

Oleh karena itu, Universitas Gadjah Mada ini ya kita tidak mau berkomentar terkait dengan ijazah, a piece of paper yang sudah ada di yang bersangkutan,” ujar Ova.

Menanggapi keraguan yang masih ada, Ova menjelaskan bahwa peran UGM sebagai institusi pendidikan adalah mendidik dan menyimpan dokumentasi lengkap terkait proses pendidikan, bukan lagi mengurusi dokumen yang sudah diserahkan kepada alumni.

Dengan demikian, baik dari sudut pandang politik yang diwakili Habiburokhman maupun konfirmasi dari pihak akademis UGM, terlihat adanya dorongan untuk mengakhiri polemik ijazah ini dan mengalihkan fokus pada hal-hal yang lebih konstruktif bagi kemajuan bangsa.

Kontributor : Kanita

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?