Film Tentang MBG Tuai Kecaman Aktivis NTT: Kami Tak Pernah Ngemis Makanan!

Yazir F Suara.Com
Rabu, 27 Agustus 2025 | 20:36 WIB
Film Tentang MBG Tuai Kecaman Aktivis NTT: Kami Tak Pernah Ngemis Makanan!
Film Surat untuk Presiden Tuai Kecaman Aktivis NTT (instagram)
Kesimpulan
  • Film dokumenter Surat untuk Presiden dinilai tak seusai realita di NTT
  • Warga NTT dipastikan sering makan enak 
  • warga NTT disebut tak butuh Makanan Bergizi Gratis (MBG)

Suara.com - Film dokumenter Surat untuk Presiden yang diproduksi TVRI menuai kritik tajam dari aktivis lokal Nusa Tenggara Timur (NTT).

Film ini diluncurkan pada 24 Agustus 2025 sebagai bagian dari perayaan HUT ke-63 TVRI sekaligus mendukung program pemerintah Makan Bergizi Gratis (MBG).

Kisah ini diklaim diangkat berasal dari pengalaman nyata seorang anak sekolah dasar bernama Brian di Kabupaten Kupang.

Dalam cerita, Brian yang berasal dari keluarga kurang mampu merasa terbantu dengan adanya program MBG sehingga menuliskan surat khusus kepada Presiden.

Film ini ditujukan untuk menggambarkan dampak positif program MBG sekaligus menegaskan pentingnya dukungan bagi generasi muda agar tumbuh sehat dan berdaya saing.

Lokasi syuting dilakukan di SD Inpres Noelbaki, Kupang, dengan melibatkan aktor-aktor lokal NTT sebagai bentuk autentisitas.

Bahkan, proses produksi turut dihadiri Gubernur NTT Melki Laka Lena dan Direktur Utama TVRI Iman Brotoseno sebagai bentuk dukungan langsung.

Namun, alih-alih dipuji, film ini justru memunculkan perdebatan.

Aktivis Honey Lestari Liwe menilai narasi dalam film terlalu menekankan pada kemiskinan yang tidak sesuai dengan realitas masyarakat NTT.

Baca Juga: BPOM Siapkan Uji Lab Terkait Dugaan Food Tray MBG Mengandung Lemak Babi

"Sepertinya kami di NTT tidak semenyedihkan atau melarat ini, urusan makan saja sampai berharap dan bersurat ke pejabat?" ucap Honey melalui media sosial.

"Dibuatkan film drama dokumenter yang launchingnya di Pacific Place, Jakarta pula. Wow," lanjutnya seperti dikutip pada Rabu, 27 Agustus 2025.

Dia juga menyoroti salah satu dialog dalam film yang berbunyi "kami tidak pernah makan enak" karena dianggap tidak sesuai dengan kondisi masyarakat setempat.

Menurutnya, warga pesisir NTT justru memiliki akses melimpah pada ikan segar yang sehat dan bergizi.

Honey menegaskan bahwa persoalan utama di NTT bukanlah ketersediaan makanan, melainkan akses infrastruktur, fasilitas pendidikan, dan layanan kesehatan yang belum merata.

Narasi yang menampilkan anak-anak NTT sebagai pihak yang harus dikasihani dinilai memperkuat stigma lama tentang daerah tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?