Anarki di Depan Mata? Analis Wanti-wanti Gerakan Mahasiswa Bisa Jadi Bom Waktu

Kamis, 28 Agustus 2025 | 11:12 WIB
Anarki di Depan Mata? Analis Wanti-wanti Gerakan Mahasiswa Bisa Jadi Bom Waktu
Personel polisi menghalau pengunjuk rasa di Jalan Letjend S Parman, depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/8/2025). [ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/rwa]

Suara.com - Gelombang protes mahasiswa yang kembali menggeliat di sejumlah daerah diprediksi bisa menjadi bola salju yang mengancam stabilitas pemerintahan.

Namun, di balik potensinya yang besar, ada kekhawatiran serius bahwa gerakan ini bisa berujung anarki jika tidak terorganisir dengan baik.

Peringatan keras ini datang dari analis politik sekaligus Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun.

Menurutnya, gerakan mahasiswa saat ini ibarat bara dalam sekam yang siap meledak menjadi api besar.

Ubedilah memetakan setidaknya ada tiga 'bahan bakar' utama yang dapat memicu eskalasi aksi secara masif. Pertama, momentum peringatan satu tahun pemerintahan baru yang kerap menjadi titik evaluasi kritis publik.

Kedua, masalah ekonomi yang tak kunjung usai dan terus menekan daya beli masyarakat. Ketiga, akumulasi kekecewaan politik yang kian meluas di berbagai lapisan.

Kombinasi ketiga faktor ini, kata Ubedilah, menciptakan kondisi yang sangat rawan dan berpotensi menjadi tantangan serius bagi pemerintah.

"Gerakan ini memiliki potensi eskalasi yang sangat besar jika pemerintah tidak segera merespons dengan bijak," ungkap Ubedilah dalam wawancara di Podcast Forum Keadilan TV dikutip pada Kamis (28/8/2025).

"Rasa frustrasi publik yang sudah menumpuk, ditambah dengan isu-isu yang sedang terjadi, bisa menjadi pemicu ledakan sosial."

Baca Juga: DPR Digeruduk Massa, Respon Anggota Dewan Bikin Geram: Salurkan Saja Lewat Prosedur!

Risiko Kekacauan Tanpa Arah

Meski memiliki daya ledak yang kuat, Ubedilah Badrun menyoroti sisi lain yang mengerikan dari gerakan mahasiswa saat ini: risiko kekacauan dan anarkisme.

Ia khawatir jika gelombang protes hanya didasari oleh kemarahan massa tanpa kepemimpinan yang solid dan strategi yang terukur.

Gerakan yang tidak memiliki komando dan visi yang jelas, menurutnya, sangat rentan disusupi dan mudah berubah menjadi aksi destruktif yang justru merugikan masyarakat luas. Alih-alih membawa perubahan, gerakan semacam ini bisa menjadi kontra-produktif.

"Jika gerakan ini tidak memiliki visi yang jelas dan hanya berfokus pada kemarahan, ada risiko besar bahwa hal ini akan menjadi kontra-produktif," jelasnya.

"Alih-alih menghasilkan perubahan yang berarti, bisa jadi aksi ini justru berakhir dengan kerusuhan yang merugikan semua pihak."

Karena itu, Ubedilah mendesak para aktivis mahasiswa untuk segera merumuskan strategi dan tujuan perjuangan yang matang.

Energi besar dari massa harus dapat dikonversi menjadi tuntutan-tuntutan yang konkret, konstruktif, dan terarah.

Tanpa adanya kejelasan tersebut, setiap aksi protes berpotensi kehilangan esensinya dan hanya akan menjadi luapan emosi sesaat yang mudah padam dan tidak meninggalkan dampak signifikan.

Pandangan Ubedilah ini menggarisbawahi sebuah dilema krusial yang dihadapi gerakan mahasiswa: menjadi kekuatan perubahan besar atau tersesat dalam kekacauan tanpa tujuan.

Masa depan gerakan ini akan sangat ditentukan oleh kemampuan mereka menavigasi dua jurang kemungkinan tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?