Operasi Pasar Besar-besaran! Kementerian Pertanian Siapkan 1,3 Juta Ton Beras

Muhammad Yunus Suara.Com
Kamis, 28 Agustus 2025 | 14:02 WIB
Operasi Pasar Besar-besaran! Kementerian Pertanian Siapkan 1,3 Juta Ton Beras
Menteri Pertanian RI, Andi Sudirman Sulaiman mengaku menyiapkan 1,3 juta ton beras untuk operasi pasar besar-besaran [Suara.com/Lorensia Clara]
Kesimpulan
  • Kementan Gelar Operasi Pasar Terbesar, 1,3 Juta Ton Beras Digelontorkan
  • Harga Beras Mulai Turun, Tapi 5 Daerah di Sulsel Masih di Atas HET
  • Diversifikasi Pangan: Jangan Hanya Bergantung pada Nasi

Suara.com - Kementerian Pertanian RI akan menyiapkan 1,3 juta ton beras untuk operasi pasar besar-besaran di seluruh Indonesia.

Langkah ini disebut sebagai operasi pasar terbesar sejauh ini, dengan target menekan harga beras yang dalam beberapa pekan terakhir melonjak di sejumlah daerah.

"Kami sudah minta operasi pasar besar-besaran. Kami turunkan 1,3 juta ton beras untuk seluruh Indonesia. Ini mungkin operasi pasar terbesar," ujar Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman saat berada di Makassar, Kamis, 28 Agustus 2025.

Menurutnya, hasil pemantauan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan tren penurunan harga mulai terjadi di lebih dari 10 provinsi.

Di Sulawesi Selatan, harga beras juga mulai berangsur turun. Meski demikian, Amran mengakui masih ada beberapa daerah yang menjual di atas harga eceran tertinggi (HET).

Kementerian mencatat, saat ini tinggal lima kabupaten di Sulsel yang harga berasnya masih di atas HET. Yakni Selayar, Enrekang, Tana Toraja, Toraja Utara dan Makassar.

"Kalau ada operasi pasar lima hari ke depan, saya yakin semua sudah di bawah HET," ucapnya.

Meski operasi pasar digencarkan, tekanan harga beras tetap menjadi perhatian serius. Kenaikan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah pusat, baru-baru ini dinilai berpotensi memengaruhi daya beli masyarakat dan inflasi di daerah.

Sekretaris Provinsi Sulawesi Selatan Jufri Rahman menambahkan, kenaikan HET beras medium yang ditetapkan Badan Pangan Nasional menjadi Rp13.000 per kilogram untuk wilayah Sulawesi tentu memberikan dampak signifikan di daerah. Selain inflasi, hal itu memengaruhi daya beli masyarakat.

Baca Juga: Jerome Polin Bongkar Tunjangan Beras DPR: 12 Juta Buat Beras, Makan Se-Ton Sebulan?

"Kenaikan ini tentu berdampak, terutama dari sisi inflasi dan daya beli. Pemicu inflasi di Sulawesi Selatan yang dulu cabai merah atau cabai keriting, sekarang bergeser ke beras," kata Jufri.

Menurutnya, hal tersebut ironis mengingat Sulawesi Selatan selama ini dikenal sebagai salah satu lumbung beras nasional. Ia menekankan perlunya dorongan untuk kembali menghidupkan pangan lokal sebagai alternatif.

Jufri mengatakan, Sulsel punya banyak pilihan pangan. Jagung, ubi, kapurung, sampai olahan sagu seperti dange yang bisa jadi pilihan.

"Dulu masyarakat terbiasa makan beras jagung, bahkan ubi kayu yang dipotong kecil juga jadi makanan pokok. Diversifikasi pangan ini solusi untuk kurangi ketergantungan pada beras," sebutnya.

Meski begitu, Jufri mengakui tantangan terbesar adalah pola konsumsi masyarakat yang sejak lama terbiasa makan nasi. Hampir di seluruh Indonesia, nasi dianggap sebagai makanan pokok yang tak tergantikan.

Ia mencontohkan masyarakat di Papua yang terbiasa makan ubi jalar bakar atau di Nusa Tenggara Timur yang mengandalkan jagung.

Namun, seiring waktu hampir semua daerah beralih ke beras sehingga konsumsi makin tersentralisasi dan menimbulkan kerentanan harga.

Jufri menilai, diversifikasi pangan harus kembali digalakkan melalui edukasi dan gerakan bersama. Selain untuk mengurangi tekanan harga beras, juga bisa memperkaya pilihan pangan lokal yang lebih sehat dan sesuai kearifan budaya.

"Kalau tidak makan nasi, sering dianggap belum makan. Padahal fungsi utama makan adalah menghilangkan lapar dan memenuhi gizi," ucapnya.

Sebelumnya, Bank Indonesia mencatat lonjakan harga beras menjadi pendorong utama inflasi di Sulawesi Selatan. Kenaikan komoditas ini mencapai 10 persen pada Juli 2025.

Data BI menunjukkan, inflasi month to month (mtm) Sulsel naik dari 0,29 persen pada Juni menjadi 0,61 persen pada Juli.

Sementara itu, inflasi tahun kalender (year to date/ytd) sudah berada di atas target indikatif selama empat bulan terakhir.

"Inflasi di Sulsel secara yoy (year on year) masih oke, tapi secara month to month itu tidak. Maret, April, dan Juni juga masih merah. Year to date-nya pun juga masih merah," jelasnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?