Kini, bola panas ada di tangan Ahmad Sahroni.
Publik tidak lagi hanya menunggu apakah ia berani berdebat dengan seorang ahli. Lebih dari itu, publik menunggu apakah ia sadar dan mau mengakui bahwa tanpa rakyat yang ia sebut "tolol", jabatannya, gajinya, dan segala kemewahannya tidak akan pernah ada.