Suara.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengupayakan penyediaan layanan sanitasi layak untuk warga, terutama di wilayah padat penduduk. Hal ini dilakukan demi mengatasi persoalan Buang Air Bersih Sembarangan (BABS) yang masih terjadi di Jakarta.
Belum lama ini, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung melakukan peletakan batu pertama alias groundbreaking septic tank komunal terintegrasi teknologi biogas di Rusunami Bidara Cina, Jakarta Timur.
Menurutnya, mewujudkan perilaku hidup sehat masyarakat di daerah kumuh tak bisa hanya lewat pembangunan infrastruktur, tetapi juga mendorong perubahan perilaku masyarakat.
“Persoalan buang air besar sembarangan masih menjadi perhatian serius Pemprov DKI Jakarta. Meskipun angkanya relatif rendah dibandingkan daerah lain, kami tetap berkomitmen untuk menuntaskan persoalan ini. Seperti yang kita lihat di Bidara Cina, Pemerintah Kota Jakarta Timur telah serius menyelesaikan isu sanitasi ini,” ujar Pramono saat meresmikan.
Pramono mengapresiasi dukungan sektor swasta, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), hingga lembaga sosial seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), dan Palang Merah Indonesia (PMI) dalam mempercepat program sanitasi melalui Corporate Social Responsibility (CSR).
"Terima kasih kepada semua pihak yang terlibat. Partisipasi CSR sangat penting, karena ini menyangkut kebutuhan dasar masyarakat yang digunakan setiap hari,” katanya.
Menurut Pramono, keberadaan septic tank komunal berbasis biogas diharapkan dapat menyelesaikan praktik buang air besar sembarangan (BABS) sekaligus menciptakan energi ramah lingkungan.
Ia juga meminta para wali kota aktif melaporkan kondisi di wilayahnya agar penanganan sanitasi di kawasan padat bisa benar-benar tuntas.
“Sanitasi memang bersifat pribadi, tetapi karena kami terus berkomunikasi dengan masyarakat, RW, dan wali kota, maka persoalan seperti ini harus segera diselesaikan. Saya minta Wali Kota melaporkan dan memastikan penanganannya, terutama di wilayah padat penduduk, agar benar-benar tuntas,” tegas Pramono.
Baca Juga: Viral Pagar Beton di Cilincing Halangi Nelayan, Pemprov DKI: Itu Izin Pemerintah Pusat
Selain di Bidara Cina, Pemprov juga menghadirkan septic tank modern di Cideng, Jakarta Pusat.
Pramono juga meninjau langsung pemasangan tangki septik Biopal tipe 3A produksi Perumda Paljaya. Tangki ini dinilai ramah lingkungan karena mampu mengolah limbah cair rumah tangga melalui proses aerobik dan anaerobik.
“Banyak sekali warga yang tidak punya tempat untuk buang air besar. Oleh karena itu, hari ini kami mulai memasang Biopal Septik tipe 3A yang mudah-mudahan dapat membantu warga di sekitar tempat ini,” jelas Pramono.
Sebanyak sepuluh unit Biopal dipasang di sepuluh rumah dengan kapasitas 1,1 meter kubik untuk lima orang per rumah. Tangki ini tahan korosi, antibocor, tidak memerlukan lahan luas, dan dilengkapi pendampingan perizinan.
Langkah Pemprov DKI tersebut mendapat apresiasi dari DPRD DKI Jakarta. Anggota Komisi D, Wa Ode, menilai program ini menjawab salah satu problem dasar sanitasi di Ibu Kota.
“Di Jakarta ini, salah satu problemnya adalah buang air besar sembarangan, yang salah satunya sekarang kita atasi. Selain itu, sekitar 25.000 warga memiliki jamban, tetapi tidak memiliki pembuangannya,” ujarnya.
Ketua RT 14 RW 16, Yono (61) menyambut baik pembuatan septic tank di Rusunami Bidara Cina. Selama ini, sarana yang ada sudah tidak berfungsi dengan baik.
“Tentunya bagus ya (septic tank) ini. Soalnya yang lama sudah nggak berfungsi karena mesinnya mati. Warga ngeluh karena mampet. Mau enggak mau pipa ya dibolongin agar lancar ke bawahnya,” tutur Yono.
Imbasnya, limbah yang dihasilkan dari aktivitas di Rusunami itu terbuang ke saluran air karena septic tank yang sudah tak berfungsi.
“Di penampungan kotorannya (septic tank), tapi karena penuh mungkin jadi sisanya meluap ke kali itu, kadang juga lewat ke got,” lanjutnya.
Pengamat Lingkungan Hidup, Trubus Rahadiansyah, menilai pembangunan septic tank komunal maupun tangki Biopal oleh Pemprov DKI merupakan langkah penting untuk menekan praktik BABS yang masih terjadi di sejumlah wilayah Jakarta.
“Pembangunan septic tank ini sangat krusial, terutama di kawasan padat penduduk yang selama ini minim akses sanitasi. Dengan adanya fasilitas seperti ini, masyarakat terdorong untuk beralih dari kebiasaan BABS menuju perilaku hidup bersih,” jelas Trubus.
Menurutnya, selain aspek kesehatan, penyediaan septic tank juga berdampak pada kualitas lingkungan kota. Air tanah dan badan air akan lebih terlindungi dari pencemaran, sehingga risiko penyakit berbasis lingkungan bisa ditekan.
“Sanitasi itu bukan sekadar soal infrastruktur, tapi menyangkut kesehatan publik. Kalau perilaku BABS tidak dihentikan, maka biaya sosial dan ekonomi akibat penyakit akan jauh lebih besar daripada membangun septic tank,” pungkasnya.***