- Polri tetapkan 959 tersangka kerusuhan, termasuk 295 anak
- Tindakan hukum hanya menyasar pelaku anarkis, bukan peserta aksi damai
- KPAI dan Kompolnas awasi proses hukum anak dengan prinsip perlindungan
Suara.com - Polri mengungkap soal jumlah tersangka dalam aksi demonstrasi pada bulan Agustus lalu.
Kabareskrim Polri Komjen Syahardiantono mengatakan bahwa proses hukum hanya menyasar pelaku kerusuhan, bukan peserta aksi damai.
“Total ada 246 laporan polisi dengan 959 tersangka. Dari jumlah tersebut, 664 orang dewasa dan 295 anak-anak,” kata Syahar di Gedung Bareskrim Polri, Rabu (24/9/2025).
“Penegakan hukum ini murni kepada pelaku kerusuhan, bukan kepada masyarakat yang menyampaikan pendapat secara damai,” imbuhnya.
Syahar menuturkan, ratusan tersangka itu berasal dari 15 Polda dan satu direktorat Bareskrim.
Belasan Polda tersebut, diantaranya Polda Metro Jaya dengan 232 tersangka, Polda Jatim 326 tersangka, Polda Jateng 136 tersangka, serta Polda Sulsel 57 tersangka.
Adapun, beberapa kasus menonjol yakni penjarahan rumah tokoh publik di Jakarta, pembakaran Gedung Negara Grahadi di Surabaya, hingga pembakaran kantor DPRD di Jawa Barat, Blitar, dan Makassar.
Barang bukti yang diamankan meliputi bom molotov, senjata tajam, batu, poster provokatif, hingga akun media sosial yang digunakan untuk provokasi.
![Massa aksi bentrok dengan personel kepolisian di kawasan Senayan saat menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (28/8/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/28/74059-demo-di-dpr-demo-di-dpr-ricuh-ricuh-demo-dpr.jpg)
“Modus operandi yang ditemukan adalah provokasi di media sosial, penyebaran video anarkis, hingga penggunaan senjata tajam dan bom molotov,” jelas Syahar.
Baca Juga: Demo Hari Tani di Depan BSI Tower, Massa Kecewa Dihalangi Barikade Menuju Istana
295 Anak Jadi Tersangka
Tak hanya orang dewasa, anak di bawah umur pun ikut menjadi tersangka. Total ada 295 anak, 68 anak menjalani diversi, 56 anak tahap II, 6 anak P21, dan 190 anak masih tahap penyidikan.
Ketua KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah, menegaskan bahwa perspektif perlindungan anak tetap dikedepankan.
“Anak memiliki hak menyuarakan pendapat, tetapi tetap dalam koridor hukum. Banyak dari mereka ikut karena solidaritas, ajakan senior, hingga provokasi media sosial. Hak pendidikan anak tetap harus dijamin meski sedang berhadapan dengan hukum,” ujar Margaret.
Senada dengan Margaret, anggota Kompolnas Ida Oetari menegaskan jika pihaknya terus mengawasi proses hukum anak.
“Kami melihat sebagian besar polda sudah memperhatikan prinsip perlindungan anak, ada yang tidak ditahan dan ada yang ditahan sesuai sifat perbuatannya. Kompolnas akan terus melakukan pengawasan hingga tuntas,” ucapnya.