- I Ketut Darpawan menjadi sorotan karena menjadi hakim tunggal sidang praperadilan Nadiem Makarim
- I Ketut Darpawan membuat gebrakan dengan memberikan kesempatan 12 tokoh antikorupsi mengajukan Amicus Curiae di praperadilan Nadiem Makarim.
- Di tengah sorotan itu, I Ketut Darpawan ternyata pernah menyabet penghargaan Insan AntiGratifikasi.
Suara.com - Sosok I Ketut Darpawan, Hakim Tunggal dalam sidang praperadilan yang diajukan mantan Menristekdikti Nadiem Makarim terkait penetapan tersangka di Kejaksaan Agung (Kejagung) kini menjadi sorotan.
I Ketut Darpawan disorot publik karena membuat gebrakan baru sebagai hakim yang memimpin sidang praperadilan Nadiem.
Hal itu karena I Ketut Darpawan memberikan kesempatan kepada 12 tokoh antikorupsi yang membela Nadiem lewat pengajuan Amicus Curiae alias Amici dalam sidang perdana yang digelar pada Jumat (3/10/2025) lalu.
Dalam pengajuan Amici 12 tokoh antikorupsi dari berbagai bidang, I Ketut Darpawan memastikan tidak ada intervensi selama proses praperadilan yang diajukan Nadiem atas statusnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kemenristekdikti yang ditangani oleh Kejagung.
Lalu bagaimana sepak terjang I Ketut Darpawan selama menjadi hakim?
Di tengah sorotan, I Ketut Darpawan yang memimpin sidang praperadilan Nadiem ternyata pernah menyabet penghargaan sebagai Insan Anti Gratifikasi Tahun 2024.
Penghargaan prestisius itu diterimanya kala masih menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Dompu. Kala itu, penghargaan yang diterima I Ketut Darpawan bertepatan dengan peringatan Hari Anti-Korupsi Se-Dunia pada 9 Desember 2024.
Sunarto, yang kala itu menjabat Ketua Mahkamah Agung memberikan langsung penghargaan Insan AntiGratifikasi kepada I Ketut Darpawan.
Diketahui, sidang perdana praperadilan Nadiem turut diwarnai dengan pengajuan amicus curiae dari 12 tokoh antikorupsi.
Baca Juga: Dicap Cacat Bawaan, Subhan Palal Penggugat Ijazah Bongkar 4 Unsur Gibran Melawan Hukum!
Peneliti Senior Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Arsil menjadi perwakilan tokoh yang membacakan Amici di sidang yang dipimpin Hakim I Ketut Darpawan.
Arsil menyebut jika selama ini sidang praperadilan telah menyimpang dari fungsinya, salah satunya termaktub dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
Menurutnya, hakim memiliki kewenangan penuh dan bisa bersikap netral untuk memutus perkara yang digugat oleh seorang yang beperkara hukum.
"Hakim praperadilanlah yang seharusnya dapat menguji apakah penilaian subyektif tersebut benar-benar beralasan atau tidak. Kewenangan ini melekat pada hakim oleh karena hakim bukan lah pihak yang berkepentingan terhadap perkara tersebut, bukan pihak yang melakukan penyidikan maupun pihak yang disidik," ujar Arsil.
Dalam Amici tersebut, Arsil juga menganggap netralitas hakim sangat dibutuhkan sebelum memutuskan sebuah perkara dalam praperadilan.
"Jika usulan kami dijalankan, maka Hakim Ketua sidang yang dimuliakan telah meletakan tonggak sejarah baru dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, dan benar-benar menegaskan fungsi hakim dan pengadilan sebagai lembaga yang benar-benar berfungsi menjalankan fungsi check and balances terhadap kekuasaan eksekutif yang dalam hal ini diwakili oleh penyidik, terlepas dari apapun putusan akhir yang akan dijatuhkan pada permohonan," ujarnya.