suara hijau

Kebakaran Hutan Dunia Meningkat Tajam, Dampak Ekonomi dan Risiko Kemanusiaan Kian Parah

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Kamis, 09 Oktober 2025 | 10:06 WIB
Kebakaran Hutan Dunia Meningkat Tajam, Dampak Ekonomi dan Risiko Kemanusiaan Kian Parah
Petugas dari Manggala Agni Daops Banyuasin berupaya melakukan pemadaman kebakaran lahan yang terjadi di sisi gerbang tol rambutan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) ruas Palembang-Indralaya (Palindra) di Desa Rambutan, Ogan Ilir (OI), Sumatera Selatan, Minggu (21/9/2025). [ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/bar]
Baca 10 detik
    • Frekuensi dan intensitas kebakaran hutan naik signifikan dalam 44 tahun terakhir akibat perubahan iklim dan tata kelola lahan yang buruk.
    • Hampir separuh kebakaran paling merusak terjadi dalam satu dekade terakhir karena cuaca ekstrem dan musim kebakaran yang lebih panjang.
    • Para ahli menilai mitigasi masih lemah dan mendesak strategi pencegahan seperti pembakaran terkendali, sistem evakuasi, dan bangunan tahan api.

Suara.com - Kebakaran hutan di berbagai belahan dunia kini semakin sering terjadi dan menimbulkan kerugian ekonomi yang jauh lebih besar dibanding sebelumnya. Sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Science mengungkap bahwa dalam kurun waktu 44 tahun terakhir, intensitas serta frekuensi kebakaran hutan meningkat signifikan akibat perubahan iklim dan tata kelola lahan yang tidak berkelanjutan.

Para peneliti menjelaskan bahwa kebakaran sebenarnya merupakan proses alami yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Namun adanya pemanasan global, ekspansi lahan ke wilayah rawan terbakar, dan pengelolaan lingkungan yang buruk justru membuat kebakaran semakin sulit dikendalikan. Akibatnya, peristiwa ini kini jauh lebih mematikan sekaligus mahal untuk ditangani.

Penelitian ini memanfaatkan basis data bencana global dari tahun 1980 hingga 2023. Dari situ, peneliti menelusuri berbagai peristiwa kebakaran besar yakni kebakaran yang menimbulkan sedikitnya sepuluh korban jiwa atau termasuk dalam 200 peristiwa dengan kerugian ekonomi tertinggi dibandingkan produk domestik bruto (PDB) masing-masing negara.

Petugas Manggala Agni Daops Kota Jambi memasang selang saat memadamkan api kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di lahan gambut Desa Gambut Jaya, Muaro Jambi, Jambi, Rabu (30/7/2025). [ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/foc]
Petugas Manggala Agni Daops Kota Jambi memasang selang saat memadamkan api kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di lahan gambut Desa Gambut Jaya, Muaro Jambi, Jambi, Rabu (30/7/2025). [ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/foc]

Hasil analisis menunjukkan bahwa hampir setengah dari kebakaran paling merusak di dunia terjadi hanya dalam satu dekade terakhir.

Lonjakan ini dikaitkan dengan meningkatnya kondisi cuaca ekstrem yang mendorong “musim kebakaran” lebih panjang di kawasan-kawasan padat penduduk.

Penulis studi menekankan pentingnya langkah adaptif dan proaktif dalam menghadapi ancaman kebakaran yang makin sering terjadi, termasuk di kawasan urban yang sebelumnya jarang terdampak.

Uni Eropa sendiri telah berkomitmen memperkuat kapasitas pemadam kebakaran dan menempatkan tim di wilayah-wilayah rawan.

Namun, kalangan ilmuwan dan aktivis lingkungan menilai upaya tersebut belum cukup.

Mereka menyoroti lemahnya fokus pemerintah dalam aspek pencegahan padahal mitigasi justru menjadi kunci utama untuk menekan risiko di masa depan.

Baca Juga: Gubernur BI : Ekonomi Syariah Indonesia Sejajar dengan Arab Saudi dan Malaysia

Para ahli merekomendasikan strategi manajemen bahan bakar hutan melalui pembakaran terkendali, serta memperluas program bantuan bagi masyarakat terdampak.

Mereka juga menekankan pentingnya meningkatkan sistem evakuasi, terutama bagi kelompok masyarakat rentan, serta merancang struktur bangunan tahan api dan ruang perlindungan yang aman bagi warga.

“Mitigasi juga harus mencakup strategi untuk mengurangi angka kematian dengan meningkatkan efektivitas evakuasi, terutama bagi populasi yang rentan secara sosial yang paling mungkin terbunuh dalam kebakaran hutan, serta merancang struktur kebakaran dan ruang pertahanan di mana orang dapat 'berlindung di tempat',” ujar para penulis. 

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI