Usut Kasus Korupsi Kuota Haji, KPK Panggil Anggota DPRD Mojokerto

Senin, 13 Oktober 2025 | 12:03 WIB
Usut Kasus Korupsi Kuota Haji, KPK Panggil Anggota DPRD Mojokerto
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. [Suara.com/Dea]
Baca 10 detik
  • Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK.
  • Rufis Bahrudin diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pada pembagian kuota dan penyelenggaraan haji di Kemenag.
  • Budi belum mengonfirmasi kehadiran kedua saksi tersebut.

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap anggota DPRD Kota Mojokerto, Jawa Timur, Rufis Bahrudin (RFB) pada hari ini.

Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pada pembagian kuota dan penyelenggaraan haji di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023-2024.

“Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Senin (13/10/2025).

Menurut Budi, Rufis dipanggil penyidik dalam kapasitas sebagai Direktur Utama PT Sahara Dzumirra International. KPK juga memanggil saksi lain, yaitu Wakil Manajer PT Sahara Dzumirra International Feriawan Nur Rohmadi.

Meski begitu, Budi belum mengonfirmasi kehadiran kedua saksi tersebut. Dia juga belum mengungkapkan materi pemeriksaan yang akan ditanyakan penyidik kepada Rufis dan Feriawan.

Duduk Perkara Dugaan Korupsi Kuota Haji

KPK sebelumnya telah mengungkapkan perbuatan melawan hukum yang diduga terjadi pada kasus dugaan korupsi pada penyelenggaraan haji yang kini ada di tahap penyelidikan.

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa pada 2023 Presiden Joko Widodo meminta tambahan kuota haji pada Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud. Pada pertemuan itu, Indonesia diberikan penambahan kuota haji tambahan sebanyak 20.000 untuk tahun 2024.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, Asep menjelaskan pembagian kuota haji seharusnya 92 persen untuk kuota reguler dan 8 persen untuk kuota khusus.

Baca Juga: Sengkarut Haji Era Yaqut: Tak Cuma Kuota, Katering hingga Akomodasi Jemaah Diduga Jadi Bancakan

Pegiat antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar aksi seusai melaporkan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji 1446H/2025 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (5/8/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Pegiat antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar aksi seusai melaporkan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji 1446H/2025 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (5/8/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

“Jadi kalau ada kuota haji, berapa pun itu, pembagiannya demikian. Kuota regulernya 92 persen, kuota khususnya 8 persen,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/8/2025).

Dia menjelaskan alasan pengaturan itu ialah mayoritas jemaah haji yang mendaftar menggunakan kuota reguler, sedangkan kuota khusus berbayarnya lebih besar dibandingkan dengan kuota reguler sehingga penyediaannya hanya 8 persen.

Dengan tambahan kuota haji menjadi 20.000, Asep menegaskan seharusnya pembagiannya ialah 1.600 untuk kuota haji khusus dan 18.400 untuk kuota haji reguler.

“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua. 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ungkap Asep.

“Jadi kan berbeda dong, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Nah seperti itu, itu menyalahi aturan yang ada,” tambah dia.

Dengan begitu, Asep menyebut biaya haji khusus dengan kuota yang setengah dari kuota reguler menyebabkan tingginya pendapatan agen travel.

“Kemudian prosesnya, kuota ini, ini kan dibagi-bagi nih. Dibagi-bagi ke travel-travel. Travel-travelnya kan banyak di kita, travel haji itu banyak. Dibagi-bagi sesuai dengan, karena ada asosiasi travel, tentunya kalau travelnya besar, ya porsinya besar. Travel yang kecil, ya dapatnya juga kecil,” ujar Asep.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI