Doktor Kebijakan Publik Gugat ANRI, Sebut Ijazah Jokowi Bisa Dimakan Rayap di Tangan KPU

Bangun Santoso Suara.Com
Selasa, 14 Oktober 2025 | 14:28 WIB
Doktor Kebijakan Publik Gugat ANRI, Sebut Ijazah Jokowi Bisa Dimakan Rayap di Tangan KPU
Pengamat kebijakan publik Bonatua Silalahi menggugat ANRI di Komisi Informasi Pusat (KPI), Senin (13/10/2025). (bidik layar video YouTube)
Baca 10 detik
  • Pengamat kebijakan publik Bonatua Silalahi menggugat ANRI di Komisi Informasi Pusat karena tidak menyimpan arsip ijazah mantan Presiden Jokowi
  • Bonatua berargumen bahwa menurut UU Kearsipan, KPU wajib menyerahkan arsip statis tersebut kepada ANRI dan tidak berhak menyimpannya karena berisiko rusak atau hilang
  • Bonatua menegaskan ada potensi konsekuensi pidana bagi KPU yang menahan arsip dan bagi ANRI yang tidak menggunakan wewenang paksanya untuk meminta dokumen tersebut

Suara.com - Pengamat sekaligus doktor kebijakan publik, Bonatua Silalahi, secara resmi menantang kapasitas Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) yang ternyata tidak menyimpan arsip ijazah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bonatua menegaskan, berdasarkan undang-undang, ANRI seharusnya menjadi penjaga dokumen krusial tersebut, bukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Persoalan ini mengemuka dalam sidang perdana sengketa informasi publik yang diajukan Bonatua ke Komisi Informasi Pusat (KIP) pada Senin (13/10/2025). Dalam sidang tersebut, Bonatua dengan percaya diri membeberkan argumentasi hukumnya di hadapan majelis hakim.

Ketua Majelis KIP, Syawaludin, sempat mempertanyakan keyakinan Bonatua dalam menargetkan gugatannya kepada ANRI.

"Kepada saudara pemohon, anda yakin betul mengajukan permohonan informasi ke ANRI yang oleh ANRI menyatakan itu informasi yang tidak dikuasai, apa argumentasi anda bahwa ANRI menguasai informasi tersebut," tanya Syawaludin.

Dengan tenang, Bonatua menjelaskan landasan keilmuannya.

"Jadi kebetulan saya doktor kebijakan publik memahami kebijakan-kebijakan tentang kearsipan. Seharusnya ANRI sudah mengarsipkan dokumen itu sesuai UU kearsipan, karena yang saya minta itu dokumen tahun 2014 yang sudah cukup lama," ujar Bonatua.

Menurutnya, KPU sebagai lembaga yang menerima pendaftaran Jokowi pada Pilpres 2014 adalah pencipta arsip. Namun, peran KPU berhenti di situ.

Berdasarkan Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, KPU diwajibkan menyerahkan arsip statis seperti ijazah kepada ANRI.

Bonatua mengkhawatirkan keamanan dokumen negara jika terus-menerus disimpan oleh lembaga yang tidak memiliki kompetensi kearsipan. Ia bahkan menggunakan analogi yang tajam untuk menggambarkan risiko tersebut.

Baca Juga: Sebut 99,9 Persen Palsu, Roy Suryo Bongkar Kejanggalan Ijazah Jokowi, Kini Buru Bukti ke KPU Solo

"Seharusnya KPU tidak boleh menahan itu, karena KPU tidak memiliki fungsi kearsipan. Kenapa dokumen itu bisa hilang, bisa dimakan rayap, bisa macam-macam karena memang KPU tidak memiliki fungsi kearsipan," tegas Bonatua.

Ia membandingkan kondisi ini dengan kapabilitas ANRI yang terbukti mampu merawat dokumen bersejarah dari zaman kolonial Belanda.

"Pertanyaannya kenapa KPU menahan itu, sementara ANRI yang anggaran negara itu difokuskan untuk memelihara arsip, memelihara dokumen. Saya sudah ke ANRI, dokumen zaman Belanda juga ada di situ," lanjutnya.

Lebih jauh, Bonatua menyoroti adanya potensi konsekuensi pidana bagi pihak-pihak yang lalai dalam menjalankan amanat UU Kearsipan. Ia menyebut ANRI memiliki daya paksa untuk meminta arsip tersebut dari KPU.

"Apa resistensinya kalau itu tidak disimpan di arsip?" cecar ketua majelis hakim.

"Ada konsekuensi pidana bagi yang menahan dan juga ada konsekuensi pidana bagi yang tidak meminta," jawab Bonatua lugas.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI