Suara.com - Pemanasan global yang terjadi saat ini bergerak jauh lebih cepat dari yang pernah diperkirakan sebelumnya. Para ilmuwan memperingatkan bahwa saat ini bumi tengah di fase ambang batas paling berbahaya, di mana terumbu karang dunia tengah menghadapi kematian yang nyaris tak bisa dipulihkan lagi. Kondisi ini menggambarkan sebagai “titik kritis” pertama dalam keruntuhan besar ekosistem akibat perubahan iklim.
Peringatan tersebut tercetus dalam laporan “Global Tipping Points” yang merupakan hasil riset kolaboratif dari 160 peneliti internasional.
Laporan ini menggabungkan temuan ilmiah terbaru untuk memetakan kapan sistem alam Bumi bisa kehilangan keseimbangannya secara permanen. Penerbitan laporan ini akan dibawa sebelum Konferensi Iklim Dunia COP30 dimulai.
![Terumbu karang yang terancam punah. [Daily Mail]](https://media.suara.com/pictures/original/2021/09/09/42144-terumbu-karang-yang-terancam-punah.jpg)
Menurut laporan tersebut, hutan hujan Amazon terancam runtuh lebih cepat dari dugaan setelah suhu global melewati kenaikan 1,5°C akibat penggundulan hutan yang terus terjadi mempercepat proses pemanasan, sehingga batas aman ekosistem Amazon direvisi menjadi lebih rendah dari perkiraan semula.
Tak hanya daratan, lautan pun turut berisiko. Para ilmuwan menyoroti potensi gangguan pada Sirkulasi Arus Laut Atlantik (AMOC). Karena sistem arus besar inilah yang menjaga kestabilan suhu di Eropa utara, jika arus tersebut melambat atau berhenti maka konsekuensinya bisa mengguncang iklim global, memicu cuaca ekstrem, dan mengubah pola musim di banyak wilayah dunia.
“Perubahan sedang berlangsung dengan sangat cepat dan sayangnya, di beberapa bagian alam, prosesnya sudah tak bisa dibalik,” ujar Tim Lenton, pakar lingkungan dari Universitas Exeter sekaligus penulis utama laporan tersebut.
Meski situasinya terasa suram dan putus asa, Lenton menegaskan masih ada secercah harapan bagi bumi. Tahun ini, untuk pertama kalinya, energi terbarukan berhasil melampaui batu bara sebagai sumber listrik terbesar di dunia. Data dari lembaga riset energi Ember menunjukkan pergeseran besar menuju sistem energi bersih tengah benar-benar terjadi.
“Tidak ada yang ingin menyerah di tengah krisis, kita masih punya sedikit kekuatan untuk mengubah arah.” ujar Lenton. Ia dan para ilmuwan lain menyerukan agar negara-negara yang tergabung dalam COP30 mempercepat penghapusan bahan bakar fosil dan menekan emisi karbon yang menjadi biang pemanasan global.
Kini dalam dua tahun terakhir, Bumi mencatat rekor suhu terpanas sepanjang sejarah. Rata-rata suhu globalnya kini telah meningkat 1,3 hingga 1,4°C dibanding masa pra-industri, menurut data badan ilmiah PBB dan Uni Eropa.
Baca Juga: Xiaomi Rilis E-Reader Anyar: Harga Murah, Penyimpanan 512 GB
Kenaikan suhu ini menyebabkan gelombang panas laut masif, yang membuat sekitar 84 persen terumbu karang dunia memutih dan sebagian mati. Padahal, terumbu karang menjadi rumah bagi seperempat kehidupan laut di planet ini.
Para ilmuwan memperingatkan, untuk memberi kesempatan bagi karang dan ekosistem laut untuk pulih, suhu global harus kembali turun hingga mendekati 1°C di atas level pra-industri. Tanpa langkah drastis, efek domino dari kerusakan ini akan terus meluas.
“Laporan ini menegaskan satu hal bahwa dari tahun ke tahun, cakupan dan dampak buruk perubahan iklim terus meningkat dan waktu untuk bertindak semakin sempit,” ujar Pep Canadell, ilmuwan senior di Pusat Ilmu Iklim CSIRO Australia.
Penulis: Muhammad Ryan Sabiti