Penegakan HAM Setahun Pemerintahan Prabowo, Komisi XIII DPR PKB: Harus Nyata, Bukan Sekadar Narasi

Senin, 20 Oktober 2025 | 18:43 WIB
Penegakan HAM Setahun Pemerintahan Prabowo, Komisi XIII DPR PKB: Harus Nyata, Bukan Sekadar Narasi
Anggota Komisi XIII DPR RI fraksi PKB, Mafirion. (tangkapan layar/ ist)
Baca 10 detik
  • Perhatian terhadap HAM juga tercermin dalam program Asta Cita, di mana demokrasi dan hak asasi manusia ditempatkan pada urutan pertama.
  • Penunjukan Natalius Pigai sebagai Menteri HAM pun disebutnya sebagai langkah simbolik sekaligus substantif yang penting. 
  • Pigai dinilai sebagai sosok aktivis HAM yang diharapkan dapat membawa komitmen baru dalam penegakan HAM.

Suara.com - Anggota Komisi XIII DPR RI Fraksi PKB, Mafirion, turut menyoroti persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam satu tahun kepemimpinan Presiden RI Prabowo Subianto. Ia pun memberikan sejumlah catatan.

Awalnya ia menilai langkah pemerintah memisahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenHAM) menjadi kementerian tersendiri merupakan sinyal positif dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat komitmen terhadap penegakan HAM di Indonesia.

“Pemisahan itu menunjukkan bahwa pemerintah ingin memberi ruang lebih besar bagi isu-isu HAM agar tidak tenggelam dalam urusan hukum dan administrasi negara,” kata Mafirion di Jakarta, Senin (20/10/2025)

Ia menilai, perhatian terhadap HAM juga tercermin dalam program Asta Cita, di mana demokrasi dan hak asasi manusia ditempatkan pada urutan pertama dari delapan cita pembangunan nasional.

“Ini menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo ingin menempatkan HAM sebagai fondasi utama dalam membangun negara,” lanjutnya.

Penunjukan Natalius Pigai sebagai Menteri HAM pun disebutnya sebagai langkah simbolik sekaligus substantif yang penting. Pigai dinilai sebagai sosok aktivis HAM yang diharapkan dapat membawa komitmen baru dalam penegakan HAM.

“Publik tentu menaruh harapan besar bahwa penunjukkan Menteri HAM bukan hanya simbol, tapi harus menjadi motor perubahan dalam praktik penegakan HAM di lapangan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Mafirion mengutip pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra yang menegaskan bahwa pemerintah menyadari masih banyak tugas yang belum terselesaikan, namun tetap berkomitmen untuk menghormati dan menegakkan hak asasi manusia.

“Pernyataan itu harus diterjemahkan dalam kebijakan konkret, bukan sekadar wacana politik,” tegas Mafirion.

Baca Juga: Bawa Spanduk Indonesia Gawat Darurat, Ini yang Jadi Sorotan BEM SI di Setahun Pemerintahan Prabowo

Kendati begitu, Mafirion menilai masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan dalam satu tahun pemerintahan ini.

Sejumlah lembaga masyarakat sipil seperti KontraS, YLBHI, dan berbagai organisasi advokasi HAM masih mencatat adanya keterlambatan dan kekurangan dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

“Pemerintah perlu membuka ruang dialog yang lebih luas dan transparan dengan kelompok masyarakat sipil. Penegakan HAM tidak boleh berhenti pada simbol atau seremonial, tapi harus diwujudkan dalam langkah nyata yang berpihak pada korban,” ujarnya.

Selain itu, Mafirion menyoroti pengetatan anggaran yang berdampak pada tersendatnya bantuan sosial bagi korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Ia menilai bahwa program pemulihan hak korban harus menjadi prioritas utama.

Menteri HAM Natalius Pigai mengaku belum menyampaikan usulannya soal lapangan demonstrasi ke DPR. [Suara.com/Bagaskara]
Menteri HAM Natalius Pigai mengaku belum menyampaikan usulannya soal lapangan demonstrasi ke DPR. [Suara.com/Bagaskara]

“Negara tidak boleh abai terhadap tanggung jawab moral dan konstitusionalnya. Bantuan sosial untuk korban pelanggaran HAM berat bukan belas kasihan, tetapi bentuk pemulihan yang dijamin oleh konstitusi,” katanya.

Tak hanya itu, ia juga mencatat masih adanya potensi pelanggaran HAM dalam sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN), seperti di kawasan Rempang-Galang dan beberapa proyek lainnya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI