- Said Didu mendesak KPK untuk segera menyelidiki dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Whoosh dengan memanggil pihak-pihak kunci
- Nama mantan Menteri BUMN Rini Soemarno disebut sebagai pihak yang harus bertanggung jawab menjelaskan persetujuan anggaran awal
- Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi juga didesak untuk diperiksa terkait keputusan janggal pemindahan stasiun dari Walini ke area yang terintegrasi dengan Kota Baru Parahyangan
Suara.com - Analis kebijakan publik, Said Didu, secara terbuka membeberkan sejumlah celah yang dapat menjadi pintu masuk bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas dugaan korupsi dalam mega proyek Kereta Cepat Whoosh. Ia menyoroti sejumlah nama besar yang menurutnya paling bertanggung jawab atas keputusan-keputusan krusial yang sarat akan kejanggalan.
Said Didu menegaskan bahwa ia tidak hanya berbicara tanpa dasar, melainkan menunjukkan pihak-pihak spesifik yang keterangannya sangat dibutuhkan oleh lembaga antirasuah untuk membongkar potensi penyelewengan dalam proyek strategis nasional tersebut.
"Saya nyebutkan peluang-peluangnya dan saya sebutkan siapa yang bertanggung jawab untuk ditanya (oleh KPK)," kata Said dikutip dari tayangan Rakyat Bersuara di iNews, Selasa (21/10/2025).
Langkah pertama yang harus ditelusuri KPK, menurut Said, adalah keputusan kontroversial untuk memindahkan proyek ini dari Jepang ke China. Ia mempertanyakan siapa sosok sentral di balik lobi yang berhasil mengalihkan tender tersebut, mengingat pada awalnya Jepang menjadi kandidat kuat.
Said menyebut, pada saat itu Menteri Perhubungan Ignasius Jonan memilih untuk tidak terlibat dalam pengambilan keputusan krusial ini.
“Satu, siapa yang mengusulkan pemindahan dari Jepang ke China? Pasti ada yang mengusulkan. Jadi panggil saja. Problemnya karena saat itu Jonan tidak mau terlibat. Biasanya kali ini harusnya Menteri Perhubungan. Saya nggak tahu siapa yang ditugaskan Jokowi karena Jonan nggak mau,” ucapnya.
Kejanggalan berikutnya yang menjadi sorotan tajam adalah penetapan nilai awal proyek yang membengkak hingga mencapai USD 5,5 miliar berdasarkan studi kelayakan yang disusun oleh pihak China.
Said Didu secara spesifik menunjuk hidung mantan Menteri BUMN periode 2014-2019, Rini Soemarno, sebagai pihak yang paling mengetahui proses negosiasi dan persetujuan anggaran fantastis tersebut. Menurutnya, dokumen persetujuan anggaran itu harus menjadi bukti kunci bagi KPK.
"Siapa yang menyetujui anggaran awal studi kelayakan China yang menyatakan Rp5,1 miliar sampai Rp5,5 miliar? Ya 5,5. Siapa yang menentukan itu? Itu harus ada dokumen yang semua tertulis bahwa saya yang memutuskan timnya," ujar dia.
Baca Juga: KPK Bantah Cuma Tunggu Laporan Mahfud MD Usut Dugaan Korupsi Whoosh: Informasi Kami Cari
"Nah, biasanya yang bernegosiasi ini sepertinya sekarang ini di Kementerian BUMN yang bernegosiasi itu. Artinya Rini Soemarno," tuturnya.
Tidak berhenti di situ, Said Didu juga menguliti perubahan desain dan trase kereta yang dinilai sangat ganjil. Awalnya, salah satu pemberhentian direncanakan di Walini, Kabupaten Bandung Barat, untuk mendukung pengembangan kota baru.
Namun, rencana itu tiba-tiba dibatalkan dan stasiun justru digeser ke Padalarang yang terintegrasi dengan kawasan elite Kota Baru Parahyangan.
Perubahan ini menimbulkan kecurigaan besar mengenai siapa yang diuntungkan dari pergeseran lokasi tersebut, terutama terkait potensi lonjakan nilai properti di kawasan itu. Said Didu pun secara gamblang menyebut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sebagai pihak yang harus diperiksa terkait keputusan ini.
"Siapa yang memindahkan sehingga Walini tutup dan pindah ke Kota Parahyangan? Siapa pemilik Kota Parahyangan?" ucap Said.
Ia menggarisbawahi bagaimana akses langsung dari kereta cepat secara drastis menaikkan harga tanah di kawasan tersebut, sebuah keuntungan masif bagi pengembang.